Naik 44 Persen, Investasi Manufaktur Kian Moncer di Kuartal I-2020
Nilai
investasi industri pengolahan selama triwulan I tahun 2020 menunjukkan
angka positif di tengah tekanan akibat pandemi Covid-19. Sepanjang tiga
bulan pertama 2020, total penanaman modal sektor manufaktur di tanah air
menyentuh angka Rp64 triliun atau naik 44,7% dibanding capaian pada
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp44,2 triliun.
“Pada
kuartal I tahun 2020 ini, nilai investasi industri manufaktur
memberikan kontribusi yang signifikan, hingga 30,4% dari total investasi
keseluruhan sektor Rp210,7 triliun,” kata Menteri Perindustrian Agus
Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (27/4).
Menperin
menyebutkan, rincian nilai investasi sektor industri manufaktur pada
periode triwulan I-2020, yaitu berasal dari penanaman modal dalam negeri
(PMDN) mencapai Rp19,8 triliun serta penanaman modal asing (PMA)
sebesar Rp44,2 triliun. Jumlah sumbangsih tersebut melonjak dibanding
perolehan pada periode yang sama tahun lalu, yakni PMDN sekitar Rp16,1
triliun dan PMA (Rp28,1 triliun).
Adapun
sektor-sektor manufaktur yang menyetor nilai investasi secara
signifikan pada kuartal I-2020, antara lain Industri Logam Dasar, Barang
Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya sebesar Rp24,54 triliun, diikuti
Industri Makanan (Rp11,61 triliun), Industri Kimia dan Farmasi (Rp9,83
triliun), Industri Mineral Non Logam (Rp4,34 triliun), serta Industri
Karet dan Plastik (Rp3,03 triliun).
Selanjutnya,
nilai investasi Industri Kertas dan Percetakan sebesar Rp2,99 triliun,
Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain (Rp2,14 triliun),
serta Industri Mesin, Elektronik, Instrumen Kedokteran, Peralatan
Listrik, Presisi, Optik dan Jam (Rp1,99 triliun).
Agus
menegaskan, pihaknya fokus untuk terus berupaya mendorong agar industri
manufaktur tetap bergerak dalam memacu roda perekonomian nasional.
Namun demikian, dalam kondisi saat ini, Kementerian Perindustrian
menekankan kepada sektor industri terhadap pentingnya upaya pencegahan
penyebaran Covid-19 dengan mentaati protokol kesehatan. “Dua sisi itu
harus sejalan,” ujarnya.
Sebelum
terjadi pandemi Covid-19, industri pengolahan di tanah air masih
menunjukkan gairah yang positif. Hal ini tercermin pada capaian Purchasing Managers’ Index
(PMI) manufaktur Indonesia yang dirilis oleh IHS Markit, pada Februari
tahun 2020 berada di posisi 51,9 atau tertinggi sejak tahun 2005.
“Kami
optimistis, dengan melakukan upaya mitigasi atau menerbitkan
kebijakan-kebijakan strategis pada masa pandemi Covid-19 ini, tidak
mustahil bahwa Indonesia sebelum tahun 2030 sudah bisa menjadi salah
satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia,” ungkapnya.
Apalagi,
berdasarkan laporan dari Dana Moneter Internasional atau International
Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi bisa
melesat 8,2% pada tahun 2021. “Maka itu, sebenarnya tergantung apa yang
kita lakukan sekarang di saat krisis. Jadi, harus dapat memanfaatkan
secara baik dan menanganinya secara tepat, sehingga bisa menjadi sebuah
peluang bagi kita,” tutur Agus.
Menperin meyakini, ekonomi Indonesia bakal mengalami rebound lebih cepat pasca-pandemi Covid-19. Keyakinan ini muncul setelah ekonomi China mengalami rebound
yang lebih cepat dari perkiraan banyak pihak. “Ketika pandemi lepas
dari Bumi Pertiwi, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih
cepat,” jelasnya.
Keyakinan tersebut disampaikan Menperin setelah melakukan video conference
dengan asosiasi industri yang mendatangkan bahan baku produksi dari
China. “Ternyata ada beberapa industri yang pada Maret pertengahan,
sudah bisa mendapatkan bahan baku lagi dari China,” tandasnya.
Sementara
itu, Menperin mengungkapkan saat ini merupakan momentum yang tepat bagi
Indonesia untuk membangun sektor industri alat kesehatan dan farmasi
sehingga mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Bapak Presiden telah
mendorong agar Indonesia dalam jangka menengah dan panjang harus menjadi
negara yang mandiri di sektor kesehatan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Agus menambahkan, sektor industri sedang melakukan refocusing
untuk membantu upaya pemerintah dalam memperkuat sektor industri yang
masuk dalam kategori high demand seperti alat kesehatan, obat-obatan,
dan vitamin. “Kami yakin terhadap potensi dan kemampuan industri dalam
negeri untuk memenuhi permintaan yang tinggi dan juga dapat mengurangi
ketergantungan impor,” pungkasnya.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.
sumber kemenperin.go.id