HIDUP ITU BUTUH NEGO TAK SEKEDAR MENGUTAMAKAN EGO
Demak, 3 Februari 2020 hari Senin Pukul 08.00 WIB.
Setiap pribadi yang terlahir di dunia ini selalu menginginkan adanya kedamaian, kenyamanan dan ketentraman dalam diri yang endingnya adalah kebahagiaan. Tetapi sebagian besar dari kita masih belum paham caranya bagaimana untuk menggapai semua itu. Sebetulnya tidaklah sulit untuk kita mampu meraihnya terlebih itu semua hanya berhubungan dengan diri kita sendiri. Seperti yang sebelum-sebelumnya pernah dikemukakan bahwa kebahagiaan itu bukanlah diberikan tetapi diciptakan.
Karena semua itu berasal dari dalam diri maka kitapun harus mampu untuk mengenal diri kita terlebih dahulu. Untuk mengenal diri terlebih dahulu kita harus mulai dengan mengenal pribadi kita. Pribadi ini sangat erat dengan kepribadian. Seperti dalam kajian psikologi bahwa struktur kepribadain itu terdiri dari tiga aspek yaitu id, ego dan super ego. Selama ini yang sering kita dengar adalah masalah ego dan perlu kita ketahui bahwa cara kerja ego adalah selalu mengejar kepuasan. Jadi selama dalam diri belum mencapai kepuasan maka dia akan terus mengejar.
Ego tidak pernah mengenal kata benar dan salah dan yang terpenting dia puas itulah prinsip kerjanya. Jadi ketika diri kita dipengaruhi dengan eego maka diri kitapun akan selalu mengejar kepuasan. Padahal perlu kita ketahui bahwa kepuasan itu sendiri relatif dan cenderung tidak mengenal batas. Selalu kurang dan kurang itulah yang dipegang oleh ego, hingga terkadang sampai menjatuhkan orang lainpun akan dia lakukan yang terpenting kepuasannya terpenuhi.
Jika semua diri kita dikuasai ego lantas akan jadi apa dunia yang kita tempati sekarang ini, padahal hidup itu harus dinamis tak bisa hidup itu berjalan dengan kaku perlu ada nego didalamnya. Contoh dari kondisi yang tak boleh mengutamakan ego dan harus mengedepankan nego adalah ketika seorang pimpinan menginginkan untuk semua pekerjanya bekerja sesuai dengan target yang ditentukan mau tidak mau harus itu terlebih jika waktu sudah mendekati deadline, padahal disini ada suatu kondisi yang tidak bisa untuk memenuhinya sehingga diperlukan nego didalamnya misalkan ada salah satu pekerja yang anaknya sakit. Pimpinan yang terus mengutamakan egonya dia akan tetap memaksakan mau tidak mau bisa tidak bisa pekerja yang anaknya sakit itu untuk terus menyelesaikan pekerjaannya sampai selesai tapi beda pimpinan yang tidak dikuasai ego mereka akan memilih cara yang bijak dengan mencari cara lain yang terpenting tidak ada yang tersakiti dan win-win solution tetap terpenuhi.
Dunia yang super dinamis seperti sekarang ini kemampuan negosiasi memang sangatlah dibutuhkan agar hidup lebih berisi tidak sekedar mengutamakan ego dan emosi. Terlebih kita sebgai makhluk monodualisme yang selain kita sebagai makhluk pribadi juga makhluk social yang dalam berjalan tetap harus mempertimbangkan kondisi kanan kiri, depan belakang atas dan bawah kita. Hiduplah dengan bahagia dengan senantiasa memikirkan juga lingkungan sekitar kita. Dunia akan lebih indah jika tak ada hati yang tersakiti karena semua orang senantiasa menjaga hati.
Oleh Nur Chasanah, S.PSi
Setiap pribadi yang terlahir di dunia ini selalu menginginkan adanya kedamaian, kenyamanan dan ketentraman dalam diri yang endingnya adalah kebahagiaan. Tetapi sebagian besar dari kita masih belum paham caranya bagaimana untuk menggapai semua itu. Sebetulnya tidaklah sulit untuk kita mampu meraihnya terlebih itu semua hanya berhubungan dengan diri kita sendiri. Seperti yang sebelum-sebelumnya pernah dikemukakan bahwa kebahagiaan itu bukanlah diberikan tetapi diciptakan.
Karena semua itu berasal dari dalam diri maka kitapun harus mampu untuk mengenal diri kita terlebih dahulu. Untuk mengenal diri terlebih dahulu kita harus mulai dengan mengenal pribadi kita. Pribadi ini sangat erat dengan kepribadian. Seperti dalam kajian psikologi bahwa struktur kepribadain itu terdiri dari tiga aspek yaitu id, ego dan super ego. Selama ini yang sering kita dengar adalah masalah ego dan perlu kita ketahui bahwa cara kerja ego adalah selalu mengejar kepuasan. Jadi selama dalam diri belum mencapai kepuasan maka dia akan terus mengejar.
Ego tidak pernah mengenal kata benar dan salah dan yang terpenting dia puas itulah prinsip kerjanya. Jadi ketika diri kita dipengaruhi dengan eego maka diri kitapun akan selalu mengejar kepuasan. Padahal perlu kita ketahui bahwa kepuasan itu sendiri relatif dan cenderung tidak mengenal batas. Selalu kurang dan kurang itulah yang dipegang oleh ego, hingga terkadang sampai menjatuhkan orang lainpun akan dia lakukan yang terpenting kepuasannya terpenuhi.
Jika semua diri kita dikuasai ego lantas akan jadi apa dunia yang kita tempati sekarang ini, padahal hidup itu harus dinamis tak bisa hidup itu berjalan dengan kaku perlu ada nego didalamnya. Contoh dari kondisi yang tak boleh mengutamakan ego dan harus mengedepankan nego adalah ketika seorang pimpinan menginginkan untuk semua pekerjanya bekerja sesuai dengan target yang ditentukan mau tidak mau harus itu terlebih jika waktu sudah mendekati deadline, padahal disini ada suatu kondisi yang tidak bisa untuk memenuhinya sehingga diperlukan nego didalamnya misalkan ada salah satu pekerja yang anaknya sakit. Pimpinan yang terus mengutamakan egonya dia akan tetap memaksakan mau tidak mau bisa tidak bisa pekerja yang anaknya sakit itu untuk terus menyelesaikan pekerjaannya sampai selesai tapi beda pimpinan yang tidak dikuasai ego mereka akan memilih cara yang bijak dengan mencari cara lain yang terpenting tidak ada yang tersakiti dan win-win solution tetap terpenuhi.
Dunia yang super dinamis seperti sekarang ini kemampuan negosiasi memang sangatlah dibutuhkan agar hidup lebih berisi tidak sekedar mengutamakan ego dan emosi. Terlebih kita sebgai makhluk monodualisme yang selain kita sebagai makhluk pribadi juga makhluk social yang dalam berjalan tetap harus mempertimbangkan kondisi kanan kiri, depan belakang atas dan bawah kita. Hiduplah dengan bahagia dengan senantiasa memikirkan juga lingkungan sekitar kita. Dunia akan lebih indah jika tak ada hati yang tersakiti karena semua orang senantiasa menjaga hati.
Oleh Nur Chasanah, S.PSi