Upaya Pengintegrasian Fungsi Ketahanan Nasional
Menteri PANRB Tjahjo Kumolo dalam Round Table Discussion Kajian Jangka Panjang tentang Pengintegrasian Fungsi Keamanan dalam Satu Kebijakan Nasional, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
JAKARTA
– Ancaman yang dihadapi Indonesia tidak hanya berasal dari dalam
negeri, tetapi juga ancaman global seperti ideologi, persaingan sumber
daya alam, geopolitik internasional, teknologi, hingga perdagangan
makro. Perkembangan lingkungan strategis tersebut tentu perlu
diantisipasi dengan langkah dan tindakan yang efektif.
Perspektif itu disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo, dalam Round Table Discussion (RTD) Kajian Jangka Panjang tentang Pengintegrasian Fungsi Keamanan dalam Satu Kebijakan Nasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), di Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Untuk itu, perlu dipersiapkan kebijakan dan strategi keamanan nasional yang efektif yang mampu mengoordinasikan dan memadukan seluruh kekuatan komponen bangsa dan negara,” ungkap Menteri Tjahjo, di hadapan Gubernur Lemhannas Agus Widjojo dan jajaran.
Terkait keamanan dan ketahanan nasional, Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pada prinsipnya sudah menggariskan konteks kebijakan keamanan nasional yang lebih komprehensif dan kontekstual. Secara akademik, keamanan nasional dipandang sebagai suatu konsep multidimensional dengan empat dimensi yang saling berkaitan, yaitu dimensi keamanan manusia, dimensi keamanan dan ketertiban masyarakat, dimensi keamanan dalam negeri, dan dimensi pertahanan.
Menteri Tjahjo menerangkan, jika ingin dilakukan pengintegrasian, perlu dicermati kembali sejauh mana ruang lingkup integrasi fungsi keamanan tersebut. Beberapa lembaga negara seperti Lemhannas, Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), dan lembaga keamanan atau pertahanan terkait fungsinya bisa diintegrasikan.
Apabila ingin merealisasikan wacana pengintegrasian fungsi keamanan nasional dalam satu lembaga, maka hal tersebut dikenal dengan istilah National Security Council. Dari sisi kelembagaan, Menteri Tjahjo merekomendasikan tugas National Security Council fokus pada tiga hal. Pertama adalah sinkronisasi penyusunan rekomendasi kebijakan. Tugas kedua adalah pembangunan sinergitas dan kolaborasi untuk memastikan integrasi kebijakan keamanan nasional. Sedangkan ketiga adalah fasilitasi forum dewan yang terdiri dari presiden dan para menteri atau pimpinan lembaga.
Dalam iklim demokrasi, yang bisa mengambil keputusan publik adalah pimpinan yang dipilih oleh rakyat, seperti presiden, kepala daerah, atau anggota DPR dan DPRD. Sementara pimpinan instansi operasional keamanan seperti Panglima TNI, Kapolri, Pangdam bukanlah pilihan rakyat, jadi tidak dapat membuat kebijakan politik.