WASPADA BURN OUT AGAR TIDAK KELEWAT JADI OUT
Dunia
yang lebih kompetitif memaksa manusia untuk terus melaju dengan cepat
agar tidak ketinggalan dengan tuntutan zaman yang ada. Kompetisi ini
mencakup segala kondisi dan situasi disekitar kita baik di dunia kerja,
industri bahkan juga dilingkungan sekolah. Seseorang yang tidak siap
dengan era yang kompetitif ini dimana-mana kita dituntut lebih produktif
dan kreatif maka akan menjadikannya stress yang berkepanjangan.
Mungkin awal-awal kita tidak menyadari bahwa diri kita dilanda stress dan menganggapnya sebagai hal yan wajar dan biasa saja. Misal dikantor meminta kita untuk melakukan ini dan itu semua harus sesuai target dan ketika tidak sesuai target maka pimpinan akan marah-marah dan menganggap kita tidak pecus untuk bekerja. Hingga dalam rapat nama kitapun disebut-sebut karena dianggap tidak mampu bekerja dengan baik.
Pertama kita diomongi pimpinan mungkin hanya merasa sebal dikantor menjadi uring-uringan tidak menjadi lebih giat bekerja tetapi sebaliknya menjadi lebih malas karena sudah meresa tidak dihargai hasil kerja kita. Sehari-hari dikantor merasa lingkungan kantor tidak kondusif selalu aja muncul keinginan untuk mangkir dari tempat kerja. Atau mungkin stress kerja ini berdampak pada kondisi fisik misalkan menjadi sering migran, maag akut atapun tekanan darah menjadi tinggi.
Jika semua kondisi tersebut terjadi pada diri kita sudah seharusnya kita waspada sejak dini. Agar tidak berlanjut pada fase stress yang akut yang sekarang ini lebih dikenal dengan istilah burn out. Burn out sendiri secara harfiah diartikan sebagai kondisi psikologis. Burnout syndrome adalah salah satu kondisi stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Itu sebabnya, kondisi kesehatan yang satu ini juga dikenal sebagai occupational burnout atau job burnout.
Istilah “burnout” sendiri pertama kali dikenalkan oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1974, dalam bukunya, Burnout: The High Cost of High Achievement. Dia awalnya mendefinisikan kelelahan sebagai, “ketiadaan motivasi atau insentif, terutama di mana pengabdian seseorang pada sesuatu mengalami kegagalan sehingga tidak bisa menghasilkan hal yang diinginkan.”
Jadi, burnout adalah suatu reaksi terhadap stres kerja yang berkepanjangan atau kronis dan ditandai oleh tiga dimensi utama, yaitu kelelahan, sinisme (kurang identifikasi dengan pekerjaan), dan berkurangnya kemampuan profesional.
Burn out sebenarnya bisa kita waspadai jika self awareness kita tinggi dan diri selalu dibentengi dengan positif thingking setiap hari. Jika kita menyadari bahwa burn out yang paling merasakan efeknya adalah diri sendiri maka kita akan selalu berusaha untuk membentengi diri agar burn out tidak melanda. Burn out yang berkepanjangan akhirnya akan bermuara terjadinya “out” baik itu “out” dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan.
Karena tak aka nada perusahaan yang akan mau menaungi orang yang tidak memiliki motivasi dalam bekerja yang endinya performancenya tidak bisa terjaga. Untuk itu sejak dini waspadai burn out dan gejalanya dengan senantiasa mencintai pekerjaan heppi dengan apa yang kita lakukan karena semua yang terjadi adalah anugrah dari Tuhan.
Oleh Nur Chasanah, S.Psi
Mungkin awal-awal kita tidak menyadari bahwa diri kita dilanda stress dan menganggapnya sebagai hal yan wajar dan biasa saja. Misal dikantor meminta kita untuk melakukan ini dan itu semua harus sesuai target dan ketika tidak sesuai target maka pimpinan akan marah-marah dan menganggap kita tidak pecus untuk bekerja. Hingga dalam rapat nama kitapun disebut-sebut karena dianggap tidak mampu bekerja dengan baik.
Pertama kita diomongi pimpinan mungkin hanya merasa sebal dikantor menjadi uring-uringan tidak menjadi lebih giat bekerja tetapi sebaliknya menjadi lebih malas karena sudah meresa tidak dihargai hasil kerja kita. Sehari-hari dikantor merasa lingkungan kantor tidak kondusif selalu aja muncul keinginan untuk mangkir dari tempat kerja. Atau mungkin stress kerja ini berdampak pada kondisi fisik misalkan menjadi sering migran, maag akut atapun tekanan darah menjadi tinggi.
Jika semua kondisi tersebut terjadi pada diri kita sudah seharusnya kita waspada sejak dini. Agar tidak berlanjut pada fase stress yang akut yang sekarang ini lebih dikenal dengan istilah burn out. Burn out sendiri secara harfiah diartikan sebagai kondisi psikologis. Burnout syndrome adalah salah satu kondisi stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Itu sebabnya, kondisi kesehatan yang satu ini juga dikenal sebagai occupational burnout atau job burnout.
Istilah “burnout” sendiri pertama kali dikenalkan oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1974, dalam bukunya, Burnout: The High Cost of High Achievement. Dia awalnya mendefinisikan kelelahan sebagai, “ketiadaan motivasi atau insentif, terutama di mana pengabdian seseorang pada sesuatu mengalami kegagalan sehingga tidak bisa menghasilkan hal yang diinginkan.”
Jadi, burnout adalah suatu reaksi terhadap stres kerja yang berkepanjangan atau kronis dan ditandai oleh tiga dimensi utama, yaitu kelelahan, sinisme (kurang identifikasi dengan pekerjaan), dan berkurangnya kemampuan profesional.
Burn out sebenarnya bisa kita waspadai jika self awareness kita tinggi dan diri selalu dibentengi dengan positif thingking setiap hari. Jika kita menyadari bahwa burn out yang paling merasakan efeknya adalah diri sendiri maka kita akan selalu berusaha untuk membentengi diri agar burn out tidak melanda. Burn out yang berkepanjangan akhirnya akan bermuara terjadinya “out” baik itu “out” dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan.
Karena tak aka nada perusahaan yang akan mau menaungi orang yang tidak memiliki motivasi dalam bekerja yang endinya performancenya tidak bisa terjaga. Untuk itu sejak dini waspadai burn out dan gejalanya dengan senantiasa mencintai pekerjaan heppi dengan apa yang kita lakukan karena semua yang terjadi adalah anugrah dari Tuhan.
Oleh Nur Chasanah, S.Psi