Kemenperin Dukung Industri Produksi Alkes Sesuai Standar
Industri di dalam negeri dinilai mampu memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) dengan memenuhi standar Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
Salah satu uji kelaikan bahan baku alat kesehatan (alkes) tersebut,
dilakukan oleh unit litbang Kementerian Perindustrian, Balai Besar
Tekstil (BBT) di Bandung yang juga berkoordinasi dengan pemangku
kepentingan terkait.
“Kemenperin
bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sudah menguji bahan baku untuk
memproduksi APD,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita
di Jakarta, Rabu (22/4).
Menurut Menperin, bahan baku yang diuji tersebut merupakan bahan baku tekstil
untuk pembuatan APD. “Sebagai bagian dari Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19, kami melakukan layanan pengujian material untuk APD
sehingga dapat mendukung industri dalam negeri menghasilkan
produk-produk sesuai standar WHO. Apalagi, saat ini APD dibutuhkan dalam
jumlah yang sangat banyak terutama oleh para tenaga medis sebagai garda
terdepan penanganan pandemi tersebut,” ungkapnya.
Standar mutu APD yang diarahkan oleh BNPB mengacu pada standar American National Standard Institute (ANSI) / Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AMMI) PB70:2012. Salah satu parameter uji yang dipersyaratkan adalah pengukuran terhadap resistensi kain terhadap penetrasi cairan (water impact) menggunakan metode uji American Association of Textile Chemists and Colorists Testing Method (AATCC-TM) 42:2017.
Agus
menjelaskan, tujuan metode uji tersebut adalah untuk mengukur ketahanan
kain terhadap penetrasi air, untuk lingkup kain yang sudah ataupun
belum diberikan zat penyempurnaan khusus seperti water repellent.
Layanan
pengujian oleh BBT di Bandung telah dilakukan sejak 8 April 2020.
Hingga Jumat (17/4), tercatat sebanyak 175 perusahaan dengan total
sampel uji yang diproses Laboratorium Pengujian BBT sebanyak 464 sampel
uji. “Sample uji yang diterima BBT berupa kain maupun garmen APD dengan jenis bahan bervariasi, yakni mencakup bahan non-woven (nirtenun), woven (tenun), dan knitted (rajut),” sebutnya.
Menperin
menyebutkan, pada awal Mei, diharapkan industri dalam negeri sudah
dapat memproduksi 18 ribu unit APD per harinya. “Kami harapkan, jumlah
tersebut dapat memenuhi kebutuhan saat ini,” jelasnya.
Selain
memproduksi APD, industri tekstil saat ini juga sedang memproduksi
masker. Terdapat 34 perusahaan industri tekstil yang saat ini
memproduksi masker baik yang merupakan medical grade maupun yang berbahan kain (washable).
Kemenperin
berharap, sebanyak 50 juta masker dapat diproduksi per minggunya dengan
rincian 20 juta masker berstandar medis dan 30 juta masker berbahan
baku kain. Sehingga dalam satu bulan nantinya industri dapat memproduksi
sebanyak 200 juta masker.
Produksi ventilator dan obat
Di
samping itu, untuk penanganan pandemi Covid-19 di tanah air, sektor
industri juga berupaya memproduksi ventilator yang dibutuhkan sebagai
alat bantu pernafasan bagi para pasien. Saat ini, Kemenperin
berkoordinasi dengan sedikitnya empat tim yang mengembangkan ventilator
Mereka
berasal dari tim Universitas Indonesia (UI), tim Jogja yang merupakan
kolaborasi antara Universitas Gadjah Mada (UGM), PT Yogya Presisi
Teknikatama Industri, PT STECHOQ, dan PT Swadaya Prakarsa, kemudian tim
Institut Teknologi Bandung (ITB), serta tim Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS).
Sebagian besar dari kelompok tersebut mengembangkan ventilator tipe low cost dan akan mulai masuk dalam tahap produski di bulan April. Sedangkan Tim Jogja sedang mengembangkan jenis hybrid yang akan mulai memproduksi pada Mei-Juni.
“Kemenperin
memfasilitasi percepatan produksi ventilator melalui kemudahan bahan
baku dan komponen, alat uji dan kalibrasi, serta melakukan koordinasi
dengan Kementerian Kesehatan untuk perizinan dengan tetap mengedepankan
faktor keselamatan, kemanfaatan, dan moralitas,” paparnya.
Agus
mengungkapkan bahwa saat ini merupakan momentum yang tepat bagi
Indonesia untuk membangun sektor industri alat kesehatan dan farmasi
yang mampu memproduksi ventilator sehingga mampu memenuhi kebutuhan
dalam negeri. “Presiden telah mendorong agar Indonesia dalam jangka
menengah dan panjang harus menjadi negara yang mandiri di sektor
kesehatan dan kemampuan memproduksi ventilator merupakan salah satu
prasyaratnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Agus menambahkan, sektor industri sedang melakukan refocusing untuk membantu upaya pemerintah dalam memperkuat sektor industri yang masuk dalam kategori high demand seperti alat kesehatan, obat-obatan, dan vitamin.
Sesuai
dengan arahan Presiden, kebutuhan tersebut diharapkan dapat dipenuhi
oleh industri dalam negeri. “Kami yakin terhadap potensi dan kemampuan
industri dalam negeri untuk memenuhi permintaan yang tinggi dan juga
dapat mengurangi ketergantungan impor,” jelasnya.
Terkait
hal tersebut, Kemenperin sedang mendorong produksi bahan baku obat dari
herbal. Upaya ini diharapkan memberikan nilai tambah untuk industri
farmasi di Indonesia dengan memanfaatkan potensi bahan-bahan herbal yang
melimpah di dalam negeri.
Selain
itu, sektor industri juga didorong untuk mampu melihat berbagai peluang
yang dapat dikembangkan di tengah-tengah masa sulit akibat wabah
Covid-19. “Permintaan tinggi di sektor makanan dan minuman adalah
peluang bagi industri tersebut untuk tetap bertahan dalam situasi ini,”
ungkapnya.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.
sumber kemenperin.go.id