Mendagri : Melawan Covid-19, Narasi Pusat dan Daerah Harus Sama
Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Akmal Malik, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Bahtiar, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Syafrizal dan Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prof. H. M. Tito Karnavian, Ph.D mengunjungi Kota Depok untuk memonitor pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sana.
Di Balai Kota Depok, Mendagri sempat menggelar pertemuan dengan Walikota Depok, Mohammad Idris beserta jajaran Forkopimda Kota Depok, Pimpinan OPD, camat se-Kota Depok. Dalam kata sambutannya, Mendagri menekankan bahwa dalam menangani dan menanggulangi Covid-19 beserta dampaknya, Pemerintah Pusat dan daerah harus satu narasi. Satu pemikiran.
" Tujuan kami datang kesini adalah sharing, jadi bukan untuk briefing. Justru daerah yang memberikan informasi bagi kita perwakilan dari pusat, dan kita mendapat masukan dari bapak-bapak dan ibu-ibu yang bisa saya sampaikan juga ke tingkat pusat, tapi pemikiran kita adalah sama, yaitu untuk menghadapi dan menyelesaikan mslah Covid-19. Terkait Covid-19 ini, kita harus memiliki narasi yang sama" ujar Mendagri di Balai Kota Depok, Senin (4/5/2020).
Tito juga menyinggung soal posisi Depok dan kota Jakarta. Kota Jakarta sebagai sebagai kota megapolitan tidak bisa terpisahkan dari kota satelit di sekitarnya mulai dari Tangerang, Depok, Bekasi dan Bogor. Bisa dikatakan, antara Jakarta dengan daerah sekitarnya hampir tidak ada batasnya. Batas alamnya tidak ada.
" Kalau ditanya mana batasnya, itu dipeta saja ada batasnya, beda misalnya dengan Babel, Kepri atau di Bali, jelas ada batas alamnya, tapi dia Jakarta dan daerah sekitarnya, tidak ada. Sehingga dinamika yang terjadi kita tahu betul penduduknya itu 10 jutaan, tapi tiap hari dia bisa menjadi belasan juta. Orang-orang yang hilir mudik, commuter, dari Tangerang, Depok Bekasi dan Bogor," katanya.
Jadi, kata dia, apapun yang terjadi di Jakarta, dengan cepat berefek pada daerah sekitarnya. Gejolak yang terjadi di Jakarra dan daerah sekitarnya akan juga mmpengaruhi gejolak di berbagai bidang dengan greater yang dikenal dengan istilah Jabodetabek.
" Nah kita tahu berkaitan dengan Covid-19, maka yang terjadi karena ini epicentrum, yang pertama kali warga Depok, meskipun banyak yang mengatakan sebelum itu mungkin sudah terjadi, tapi yang terekspos secara official warga Depok, pasien nomor 1, 2, 3, dia ada kegiatan di Jakarta, inilah menjelaskan bagaimna hubungan di Jakarta dan Depok dan daerah lain, saling bertimbal balik," ujarnya.
Saat ini lanjut Tito, Jakarta adalah daerah dengan jumlah pasien positif Covid-19 tertinggi. Bahkan tingkat kematian juga tinggi di Jakarta. Otomatis ini berdampak pada daerah sekitarnya. Sebab banyak orang Depok yang bekerja di Jakarta. Sama dengan kota-kota satelit lainnya.
" Karena itulah Kemendagri memberikan memberikan perhatian kepada daerah-daerah yang menjadi daerah merah tertinggi. Saya sudah berkunjung kepada Gubernur DKI Jakarta Pak Anies Baswedan bulan lalu, langsung saya lanjutkan ke Jawa Barat, setelah itu saya langsung ke Banten, dan berkumpul dengan semua bupati di Banten dan yang belum saya datang memang mohon maaf dengan kota Depok dan Kabuapaten atau Kota Bekasi," ujarnya.
Menurut Tito, setelah dari Depok, rencananya ia juga akan berkunjung ke Kota dan Kabupaten Bekasi. Yang pasti, hampir semua negara terdampak oleh Covid-19. Semua sektor kena dampaknya. Dunia pariwisata seluruh dunia misalnya terancam kolaps. Banyak hotel dan restoran tutup atau dbatasi dengan pembatasan sosial. Pabrik-pabrik juga banyak yang tutup karena adanya pembatasan tranportasi. Akibatnya demand atau permintaan juga jatuh. Pendek kata krisis kesehatan karena Covid-19 ini telah berdampak pada sektor ekonomi.
" Kita melihat bahwa krisis kesehatan di Indonesia juga berdampak pada konomi dari yang besar sampai yang kecil, dari perusahaan-perusahaan besar, menegah sampai yang mikro sampai yang ultra mikro, tukang-tukang gorengan segala macam, semua terdampak. Semua mengalami, pusat mengalami pukulan dari krisis ekonomi, lari ke krisis keuangan," katanya.
Memang kata Mendagri, menjadi dilema, antara mengutamakan kesehatan masyarakat dengan menyelamatkan ekonomi. Namun, yang penting saat ini adalah kesehatan masyarakat yang diutamakan. Tapi, menjaga ekonomi juga jangan diabaikan. Karena itu jangan menganggap ekonomi tidak perlu dikerjakan. Sebab ini akan membuat pendapatan ekonomi menurun. Sementara untuk membiayai kesehatan masyarakat perlu biaya. Jika ekonomi berhenti tak ada kemampuan untuk memperkuat kapasitas kesehatan masyarakat. Dan untuk menyelamatkan publik tentunya harus menyiapkan rumah sakit. Perawatan juga butuh biaya, mulai dari menyediakan obat dan segala macam.
" Kalau duitnya tidak ada bagaimna, uangnya dari mana. Itu dari ekonomi. Sebaliknya kecepatan kita dalam menangani Covid-19 akan membuat ekonomi cepat pulih juga, sehingga dua duanya ini tidak boleh salah satu dikosongkan atau dihilangkan," ujar Tito.
sumber kemendagri.go.id