Highlight

AS akan Produksi Dua Juta Obat COVID-19

Perusahaan bio-farmasi asal Amerika Serikat, Gilead Sciences Inc berencana memproduksi obat anti virus remdesivir untuk sekitar lebih dari dua juta pasien COVID-19.
Pihak Gilead berharap dapat memulai uji coba jenis remdesivir yang lebih mudah dikonsumsi pada Agustus 2020 seperti dilansir dari Reuters pada Rabu (24/6/2020). Saat ini, mereka sedang mengembangkan jenis obat remdesivir yang dapat dihirup.
Inovasi itu diciptakan karena selama ini obat remdesivir hanya dapat disuntikkan lewat pembuluh darah vena.
Remdesivir merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengurangi gejala sakit pasien COVID-19. Obat itu dapat mengurangi waktu opname pasien saat masa uji klinis atau uji coba ke manusia.
Remdesivir telah mendapatkan izin untuk penggunaan darurat di AS dan persetujuan penuh di Jepang.
Namun, upaya memproduksi dan menyediakan miliaran dosis obat masih cukup sulit dilakukan, mengingat virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), penyebab COVID-19 telah menjangkit lebih dari sembilan juta jiwa di seluruh dunia. Penyakit menular itu juga mengancam sistem layanan kesehatan banyak negara.
"Kami akan terus berkolaborasi (dengan lembaga lain) di tingkat dunia untuk memastikan kecukupan persediaan obat," kata Direktur Pelaksana (CEO) Gilead, Daniel O' Day lewat pernyataan tertulis. Ia menambahkan perusahaan telah menyumbangkan remdesivir sepanjang Juni.
Sementara itu, perusahaan farmasi asal India, Hetero Labs dan Cipla Ltd juga telah mendapat izin untuk menjual obat generik remdesivir di negara tersebut. Hetero berharap obat itu dapat dijual dengan harga 5.000 rupee sampai 6.000 rupee (sekitar Rp936.000 - Rp1.120.000) per 100 miligram.
Gilead sendiri telah membangun kerja sama dengan sembilan produsen obat generik. Meski demikian, harga remdesivir di pasaran AS belum ditetapkan otoritas terkait.
"Target Gilead memproduksi dua juta dosis remdesivir menunjukkan nilai penjualan pada periode 2020 sampai 2021 mencapai 2-3 miliar dolar AS (sekitar Rp2,84 triliun - Rp4,25 triliun), apabila obat itu dijual dengan harga 1.000 dolar AS -2.000 dolar AS (sekitar Rp14 juta - Rp28 juta) per dosisnya," demikian analisis dari seorang pengamat, Michael Yee.
Remdesivir via hirup nantinya dapat dikonsumsi pasien via nebuliser, alat bantu konsumsi obat via saluran pernapasan. Penggunaan nebuliser memungkinkan pasien mengonsumsi remdesivir secara mandiri tanpa bantuan rumah sakit.
Gilead juga mengumumkan rencana baru untuk mengembangkan remdesivir, termasuk di antaranya penelitian terkait pengaruh obat kepada ibu hamil. Objek lain yang akan dipelajari Gilead, antara lain, prosedur pemberian obat di panti jompo dan klinik.
sumber rri.co.id