Digitalisasi Penyiaran, Upaya Kominfo Jaga Koeksistensi Pertelevisian
Pemerintah mendorong digitalisasi penyiaran untuk menjaga koeksistensi industri pertelevisian di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan saat ini lembaga penyiaran mainstream dihadapkan dengan bisnis Over The Top (OTT).
"Sebagai pendatang baru sebagaimana kinerja TV tidak mengacu kepada mainstream TV dan masuk ikut ambil bagian di-downstream melalui OTT. Dari sisi legislasi bisnis televisi melalui OTT belum ada payung hukum acuan penyiarannya. Sementara, mainstream TV
harus mengikuti seluruh undang-undang yang ada dan diatur secara
disiplin, tertib dengan kewajiban dan sanksi-sanksi,” paparnya dalam
acara Pembukaan Praresmi (soft launching) Sinergio TV secara virtual, dari Sanggar Prathivi, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu (04/07/2020).
Sementara,
dari sisi teknologi, Menteri Kominfo menegaskan Pemerintah, khususnya
Kementerian Kominfo tengah mengantar percepatan masuk ke penyiaran
digital dengan cara analog switch off ke teknologi digital melalui penyelesaian undang-undang penyiaran.
Bahkan, Menteri Johnny menyatakan kontestasi di bidang industri broadcast
tidak saja terjadi antarstasiun TV tetapi juga dengan OTT. Kondisi itu,
menurutnya menjadi tugas dari Kemnterian Kominfo bersama DPR RI agar
menjaga koeksistensi dan level playing field yang sama.
“Kita akan menyusun sama-sama dan saya minta dukungan apabila ada broadcasting industry yang menentang gagasan digitalisasi pertelevisian, perlu kita pertanyakan semangatnya apa itu,” ungkapnya.
Menteri Kominfo menyatakan, saat ini di Indonesia terdapat empat jenis penyiaran televisi yakni siaran free to air, berbayar, melalui pancaran satelit, dan streaming online.
“Yang pertama disebut dengan free to air yaitu mainstream-mainstream TV yang ada saat ini baik penyiaran publik maupun lembaga-lembaga penyiaran swasta,” ungkapnya.
Namun, seiring dengan disrupsi teknologi, perkembangan penyiaran mulai bermunculan di berbagai platform dengan jenis penyiaran yang berbayar.
“Kedua, ada juga lembaga-lembaga baru yang disebut sebagai penyiaran berbayar seperti Indovision, Trans TV dan sejenisnya. Platform itu banyak digunakan juga atau disewa oleh berbagai jenis penyiaran,” jelas Menteri Kominfo.
Menteri
Johnny melanjutkan, jenis penyiaran yang ketiga adalah penyiaran yang
menggunakan akses kapasitas satelit untuk menampung hampir seluruh
layanan broadcast di Indonesia.
“Baik itu
kapasitas-kapasitas satelit yang dimiliki oleh Indonesia, maupun
kapasitas-kapasitas satelit yang ada di orbit yang tidak dimiliki oleh
Indonesia,” tuturnya.
Untuk jenis penyiaran keempat, Menteri Kominfo menyebut siaran streaming melalui platform digital.
“Seperti
yang dilakukan Sinergio TV ini. Keempat-empatnya adalah hasil dari satu
proses disrupsi dan informasi teknologi,” ungkapnya.
Menyoal masih banyaknya ditemukenali siaran streaming ilegal yang dapat diakses masyarakat, Menteri Johnny menegaskan hal itu menjadi tanggung jawab seluruh
komponen bangsa untuk mencegahnya. ”Banyak yang melakukan penyiarannya
secara ilegal dengan konten-konten yang sulit dipertanggungjawabkan dan
ini harus menjadi perhatian kita,” tandasnya.
Menteri
Kominfo mengharapkan pelaku industri penyiaran ikut serta menjaga dan
berperan dalam digitalisasi pertelevisian di Indonesia.
"Jaga
baik-baik digitalisasi pertelevisian di Indonesia. Jangan sampai
tertinggal di analog akibat dari disrupsi teknologi,” tutupnya.
Selain
Menteri Johnny, hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut Menteri
Pertahanan Indonesia periode 2009-2014 Purnomo Yusgiantoro, Chairman The
Jakarta Consulting Group A. B. Susanto, Ketua Pembina Yayasan
Tarumanegara Indra Gunawan Masman, dan Romo Andang L. Binawan (hm.ys)
sumber kominfo.go.id