Jurus Kemenperin Wujudkan Kemandirian Industri Farmasi dan Alat Kesehatan
Kementerian
Perindustrian (Kemenperin) fokus mewujudkan industri farmasi dan alat
kesehatan agar bisa menjadi sektor yang mandiri di dalam negeri.
Artinya, mampu memenuhi kebutuhan masyarakat domestik sehingga secara
bertahap dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk impor.
“Kami
mendorong agar sektor industri farmasi dan alat kesehatan dapat menjadi
pemain utama dan tuan rumah di negeri sendiri. Apalagi, sektor industri
farmasi dan alat kesehatan masuk dalam kategori high demand di
tengah masa pandemi Covid-19. Ini salah satu potensinya,” kata Menteri
Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Minggu (5/7).
Menperin
mengungkapkan, kemampuan industri farmasi di Indonesia saat ini
ditopang oleh 220 perusahaan. Sebanyak 90% dari perusahaan farmasi
tersebut fokus di sektor hilir dalam memproduksi obat-obatan.
“Pemerintah terus berupaya untuk menekan impor pengadaan bahan baku
khususnya di sektor hulu industri farmasi,” ujarnya.
Lebih
lanjut, untuk mengurangi impor bahan baku sekaligus menciptakan
kemandirian di sektor farmasi, dibutuhkan kerja sama yang erat dengan
kementerian dan lembaga lain dalam menghasilkan regulasi dan kebijakan
yang dapat menghadirkan ekosistem industri yang kondusif. “Diharapkan
melalui ekosistem industri yang mendukung ini, sektor industri farmasi
nasional dapat lebih mandiri, berdaya saing dan memenuhi kebutuhan bahan
bakunya dari dalam negeri,” imbuhnya.
Menurut
Agus, kebijakan yang kondusif di sektor industri farmasi merupakan hal
yang penting dalam menarik investasi baik yang berasal dari domestik
maupun luar negeri. Dengan demikian, investor dapat melakukan
investasinya pada barang substitusi impor sekaligus mendorong penggunaan
bahan baku dan bahan perantara yang berasal dari dalam negeri.
“Hal
ini yang terus kami upayakan bersama-sama dengan berbagai kementerian
maupun lembaga. Kami berharap melalui kebijakan yang ramah terhadap
industri farmasi, maka target untuk mengurangi impor sebesar 35% pada
akhir tahun 2022 dapat tercapai sehingga industri di Indonesia dapat
lebih mandiri dalam memenuhi bahan bakunya,” papar Menperin.
Kemenperin
juga berupaya menambahkan industri farmasi dan industri alat kesehatan
sebagai sektor pionir baru dalam penerapan industri 4.0, bersama dengan
lima sektor prioritas yang telah ditetapkan pada peta jalan Making
Indonesia 4.0. “Sebab, dengan kondisi permintaan yang tinggi terhadap
produk kedua sektor tersebut, perlu adanya dukungan teknologi modern dan
ketersediaan SDM yang kompeten untuk mengembangkannya,” tutur Agus.
Di
sektor alat kesehatan, Kemenperin semakin aktif mendorong kolaborasi
yang erat antara sektor industri dengan akademisi. Hal ini terwujud
dalam produksi ventilator yang digunakan untuk membantu penanganan
pandemi Covid-19. “Indonesia belum memiliki industri alat kesehatan yang
secara khusus memproduksi ventilator. Namun tiga bulan sejak pandemi
Covid-19, Kemenperin telah mempertemukan pelaku industri dengan
akademisi dari berbagai perguruan tinggi untuk bersama-sama memproduksi
ventilator,” ungkap Menperin.
Ventilator
hasil produksi perguruan tinggi dan pelaku industri memiliki tingkat
komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 80%. “Hal ini menunjukkan kemampuan
kita dalam memproduksi ventilator secara mandiri ini cukup
membanggakan,” tandasnya.
Untuk
itu, Kemenperin akan terus mendorong peningkatan utilisasi dari TKDN
sehingga Indonesia dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan di
sektor alat kesehatan. “Rata-rata TKDN dari alat kesehatan sudah
mencapai 25-90% dan ini harus terus dijaga sehingga produksi alat
kesehatan dapat terus mengoptimalkan bahan baku dari dalam negeri,”
tutur Agus.
Kemenperin
mencatat, pada triwulan I tahun 2020, industri kimia, farmasi dan obat
tradisional mampu tumbuh paling gemilang sebesar 5,59 persen. Kinerja
positif ini diraih di tengah dampak pandemi Covid-19. Sebab, industri
tersebut merupakan salah satu sektor yang masih memiliki permintaan
cukup tinggi di pasar.
Bahkan,
Kemenperin berupaya untuk mewujudkan kemandirian di sektor kesehatan
dengan mendorong sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT)
melakukan diversifikasi produknya. Industri TPT telah berhasil
memproduksi alat pelindung diri (APD) dan masker yang digunakan oleh
tenaga medis serta masker kain yang digunakan oleh masyarakat.
Saat ini, terjadi peningkatan signifikan pada produksi coverall/protective suite, surgical gown dan surgical mask.
Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin dan Kementerian Kesehatan,
terjadi surplus produksi sampai Desember 2020 sebesar 1,96 miliar buah
untuk masker bedah, kemudian 377,7 juta buah masker kain, sebanyak 13,2
juta buah pakaian bedah (gown/surgical gown), dan 356,6 juta buah untuk pakaian pelindung medis (coverall).
Untuk
itu, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan
(Permendag) No. 57 Tahun 2020. Regulasi ini memberikan kesempatan bagi
pelaku industri TPT untuk melakukan ekspor produk alat pelindung diri
seperti masker bedah, pakaian pelindung medis, dan pakaian bedah.
“Ini
merupakan langkah agar surplus pelaku industri TPT dapat terus
berkontribusi, tidak hanya terhadap pemenuhan permintaan dalam negeri,
tetapi juga terhadap neraca ekspor. Tentu kebijakan ini harus kita
dukung,” ungkap Menperin.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.
sumber kemenperin.go.id