Mendikbud: Guru Penggerak Harus Percaya pada Potensi Anak
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim melakukan
diskusi daring dengan dua kepala sekolah mengenai inovasi dan praktik
baik pembelajaran di sekolah. Diskusi berlangsung di tengah peluncuran
kebijakan Merdeka Belajar Episode 5: Guru Penggerak, melalui konferensi
video daring, Jumat (3/7/2020). Dalam diskusi tersebut Mendikbud
mengatakan, perubahan tidak mungkin bisa terjadi jika guru maupun
pimpinan unit pendidikan tidak percaya pada potensi anak.
"Kalau mental kita mudah menyerah dan tidak percaya pada potensi anak, tidak mungkin bisa tercapai lompatan kualitas pembelajaran, atau kalau kita tidak percaya bahwa anak itu bisa jauh lebih baik dari dia yang sekarang. Guru harus punya optimisme, keyakinan, dan keimanan bahwa potensi anak itu ada di dalam dan tinggal dikeluarkan, tinggal difasilitasi, dan dikembangkan," tutur Mendikbud Nadiem Makarim.
Menurut Mendikbud, guru dan kepala sekolah harus menciptakan lingkungan sekolah yang bisa memaksimalkan potensi peserta didiknya. Pendidik harus bisa mengikuti kemampuan masing-masing anak yang berbeda-beda, dan mengikuti level kompetensi anak. "Karena yang terpenting bukan semua anak standarnya sama. Yang terpenting adalah setiap anak belajar, setiap anak meningkat kapasitasnya," ujarnya.
Ia juga menuturkan, pentingnya melihat kondisi psikologis anak prapembelajaran. Karena saat seorang anak merasa stres, ia juga akan merasa tidak nyaman dan tidak percaya diri dalam mengikuti pembelajaran. "Banyak yang tidak menyadari koneksi antara sekolah yang menyenangkan dengan pembelajaran. Padahal psikologi anak di sekolah dengan potensi pembelajaran dia itu eksponensial," ujar Mendikbud.
Potensi setiap anak yang berbeda dan kondisi psikogis anak yang berbeda pula itulah yang menjadi perhatian Mariance Wila Dida dan Nyoman Darta dalam menerapkan inovasi metode pembelajaran di sekolah yang mereka pimpin.
Mariance Wila Dida adalah Kepala Sekolah SDN 9 Masohi, Maluku Tengah. Sejak tahun 2016, wanita yang akrab dipanggil Ibu An ini memimpin sekolahnya untuk bertransformasi sebagai sekolah ramah anak yang mendukung pembelajaran murid. Pada awalnya Ibu An merasa skeptis bahwa murid bisa menjadi disiplin tanpa dipukul. Namun setelah menjalani penerapan disiplin positif dan pembelajaran aktif berpusat pada murid, ia melihat dampak positif pada murid dan guru. Kini Ibu An adalah Penggerak Komunitas Sekolah Ramah Anak di Maluku Tengah yang mendampingi sekolah-sekolah di Masohi untuk bertransformasi menjadi Sekolah Ramah Anak. Hasilnya, murid bisa menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, saling menyapa, bersemangat, dan mandiri belajar.
"Ada dampak besar dari sekolah ramah anak. Salah satunya adalah dampak ke orang tua, bagaimana orang tua itu sendiri bisa menerima kenyataan bahwa anak punya keunikan tersendiri," kata Ibu An.
Senada dengan Ibu An, Nyoman Darta yang menjadi kepala sekolah di SMAN 1 Bali Mandara, Bali, juga percaya pada potensi anak didiknya. Ia bercerita, mayoritas murid di SMAN 1 Bali Mandara berasal dari keluarga miskin, bahkan ada yang terindikasi kurang gizi. Namun ia percaya bahwa semua anak mempunyai potensi yang unik tanpa mempermasalahkan latar belakang ekonominya. Pria yang menjadi kepsek di sekolah tersebut sejak 2011 itu, rutin mendampingi guru-guru untuk terus mengembangkan diri dan saling berbagi praktik baik. Sejak awal ia juga memotivasi murid-muridnya untuk berani bermimpi meskipun memiliki berbagai keterbatasan.
"Mereka harus yakin bahwa kemiskinan bukan penghalang untuk sukses. Saya juga menekankan kepada guru-guru supaya pembelajaran didasari oleh ketulusan, keikhlasan, cinta, dan kasih sayang," tutur Nyoman Darta.
Usahanya tak sia-sia. Murid-muridnya pun berhasil berkembang dengan baik dan meraih berbagai prestasi di bidang akademik dan non-akademik, baik di dalam maupun luar negeri. Alumni SMAN 1 Bali Mandara banyak yang diterima di perguruan tinggi terbaik di Indonesia bahkan di mancanegara.
Baik Ibu An maupun Nyoman Darta menjadi contoh guru penggerak yang telah menerapkan praktik baik dalam pembelajaran dengan hasil yang berdampak. Untuk menciptakan lebih banyak lagi guru penggerak seperti mereka, Kemendikbud meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Episode 5: Guru Penggerak. Arah program Guru Penggerak berfokus pada pedagogi, serta berpusat pada murid dan pengembangan holistik, pelatihan yang menekankan pada kepemimpinan instruksional melalui on-the-job coaching, pendekatan formatif dan berbasis pengembangan, serta kolaboratif dengan pendekatan sekolah menyeluruh. Pelatihan kepemimpinan sekolah baru diawali dengan rekrutmen calon Guru Penggerak. Selanjutnya dilakukan pelatihan Guru Penggerak dengan mengikuti lokakarya pada fase pertama dan pendampingan pada fase kedua. (Desliana Maulipaksi)
sumber kemdikbud.go.id
"Kalau mental kita mudah menyerah dan tidak percaya pada potensi anak, tidak mungkin bisa tercapai lompatan kualitas pembelajaran, atau kalau kita tidak percaya bahwa anak itu bisa jauh lebih baik dari dia yang sekarang. Guru harus punya optimisme, keyakinan, dan keimanan bahwa potensi anak itu ada di dalam dan tinggal dikeluarkan, tinggal difasilitasi, dan dikembangkan," tutur Mendikbud Nadiem Makarim.
Menurut Mendikbud, guru dan kepala sekolah harus menciptakan lingkungan sekolah yang bisa memaksimalkan potensi peserta didiknya. Pendidik harus bisa mengikuti kemampuan masing-masing anak yang berbeda-beda, dan mengikuti level kompetensi anak. "Karena yang terpenting bukan semua anak standarnya sama. Yang terpenting adalah setiap anak belajar, setiap anak meningkat kapasitasnya," ujarnya.
Ia juga menuturkan, pentingnya melihat kondisi psikologis anak prapembelajaran. Karena saat seorang anak merasa stres, ia juga akan merasa tidak nyaman dan tidak percaya diri dalam mengikuti pembelajaran. "Banyak yang tidak menyadari koneksi antara sekolah yang menyenangkan dengan pembelajaran. Padahal psikologi anak di sekolah dengan potensi pembelajaran dia itu eksponensial," ujar Mendikbud.
Potensi setiap anak yang berbeda dan kondisi psikogis anak yang berbeda pula itulah yang menjadi perhatian Mariance Wila Dida dan Nyoman Darta dalam menerapkan inovasi metode pembelajaran di sekolah yang mereka pimpin.
Mariance Wila Dida adalah Kepala Sekolah SDN 9 Masohi, Maluku Tengah. Sejak tahun 2016, wanita yang akrab dipanggil Ibu An ini memimpin sekolahnya untuk bertransformasi sebagai sekolah ramah anak yang mendukung pembelajaran murid. Pada awalnya Ibu An merasa skeptis bahwa murid bisa menjadi disiplin tanpa dipukul. Namun setelah menjalani penerapan disiplin positif dan pembelajaran aktif berpusat pada murid, ia melihat dampak positif pada murid dan guru. Kini Ibu An adalah Penggerak Komunitas Sekolah Ramah Anak di Maluku Tengah yang mendampingi sekolah-sekolah di Masohi untuk bertransformasi menjadi Sekolah Ramah Anak. Hasilnya, murid bisa menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, saling menyapa, bersemangat, dan mandiri belajar.
"Ada dampak besar dari sekolah ramah anak. Salah satunya adalah dampak ke orang tua, bagaimana orang tua itu sendiri bisa menerima kenyataan bahwa anak punya keunikan tersendiri," kata Ibu An.
Senada dengan Ibu An, Nyoman Darta yang menjadi kepala sekolah di SMAN 1 Bali Mandara, Bali, juga percaya pada potensi anak didiknya. Ia bercerita, mayoritas murid di SMAN 1 Bali Mandara berasal dari keluarga miskin, bahkan ada yang terindikasi kurang gizi. Namun ia percaya bahwa semua anak mempunyai potensi yang unik tanpa mempermasalahkan latar belakang ekonominya. Pria yang menjadi kepsek di sekolah tersebut sejak 2011 itu, rutin mendampingi guru-guru untuk terus mengembangkan diri dan saling berbagi praktik baik. Sejak awal ia juga memotivasi murid-muridnya untuk berani bermimpi meskipun memiliki berbagai keterbatasan.
"Mereka harus yakin bahwa kemiskinan bukan penghalang untuk sukses. Saya juga menekankan kepada guru-guru supaya pembelajaran didasari oleh ketulusan, keikhlasan, cinta, dan kasih sayang," tutur Nyoman Darta.
Usahanya tak sia-sia. Murid-muridnya pun berhasil berkembang dengan baik dan meraih berbagai prestasi di bidang akademik dan non-akademik, baik di dalam maupun luar negeri. Alumni SMAN 1 Bali Mandara banyak yang diterima di perguruan tinggi terbaik di Indonesia bahkan di mancanegara.
Baik Ibu An maupun Nyoman Darta menjadi contoh guru penggerak yang telah menerapkan praktik baik dalam pembelajaran dengan hasil yang berdampak. Untuk menciptakan lebih banyak lagi guru penggerak seperti mereka, Kemendikbud meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Episode 5: Guru Penggerak. Arah program Guru Penggerak berfokus pada pedagogi, serta berpusat pada murid dan pengembangan holistik, pelatihan yang menekankan pada kepemimpinan instruksional melalui on-the-job coaching, pendekatan formatif dan berbasis pengembangan, serta kolaboratif dengan pendekatan sekolah menyeluruh. Pelatihan kepemimpinan sekolah baru diawali dengan rekrutmen calon Guru Penggerak. Selanjutnya dilakukan pelatihan Guru Penggerak dengan mengikuti lokakarya pada fase pertama dan pendampingan pada fase kedua. (Desliana Maulipaksi)
sumber kemdikbud.go.id