Highlight

Ribuan Babi Mati, Tim Investigasi Diturunkan

Kementerian Pertanian (Kementan) menurunkan tim investigasi untuk mendalami tentang hampir tiga ribu hewan ternak babi mati, yang diduga terserang Virus African Swine Fever (ASF) di lima kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Diawal tersedianya penerbangan menuju NTT pada Jumat (11/7) lalu, Kementerian Pertanian (Kementan) bergerak cepat dengan menurunkan tim investigasi. Tim bertugas untuk melakukan supervisi dan monitoring kasus Virus ASF NTT.
"Kami terjun langsung memantau guna mengambil langkah cepat dan strategis untuk menangani wabah ini," kata Inspektur IV, Inspektorat Jendral, Kementan yang juga Ketua Tim Investigasi ASF, IGMN Kuswandana melalui keterangan tertulisnya, Rabu (15/7/2020).
Menurut Kuswandana, hal ini sejalan dengan arahan Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo, red) agar kasus virus ganas pada hewan ternak babi ini dapat segera diatasi, karena dapat merugikan peternak.
"Virus ASF yang hingga saat ini belum ada vaksinnya di dunia ini yang mengakibatkan kematian dengan tingkat mortalitas dan morbiditas dapat mencapai 100 persen, untuk itu diperlukan aksi cepat," tambahnya.
Hal itu sebelumnya sudah disampaikan Kuswandana saat beruadiensi kepada Gubernur NTT, Bupati dan dinas pertanian kabupaten Sikka, Kupang.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian (Barantan) yang juga anggota tim, Agus Sunanto menyebutkan bahwa, negara Timor Leste yang berada satu daratan dengan NTT telah melaporkan kejadian wabah Virus ASF di wilayahnya terlebih dahulu.
"Dengan letak geografis dalam satu daratan, maka NTT memiliki potensi dan peluang yang cepat dalam penularannya, seperti saat ini yang telah terjadi di lima kabupaten," urai Agus.
"Belum lagi ditambah dengan sistem pemeliharaan ternak babi secara umum yang masih dilepasliarkan, sistem biosekuriti yang belum kuat dan berbagai upaya penyelundupan komoditas babi dan produknya yang masih terjadi," ungkap Agus.
Ia menambahkan bahwa pihaknya melalui wilayah kerja di NTT, yakni Karantina Pertanian Kupang dan Ende telah melakukan optimalisasi pengawasan diberbagai pintu pemasukan seperti bandara, pelabuhan dan pos lintas batas negara dan akan terus ditingkatkan.
Penderasan informasi dan sosialisasi pada masyarakat juga telah dilakukan dan terus dijadikan bagian dari upaya pengawasan dan pengendalian. Kerjasama dengan dengan dinas pertanian serta pihak terkait juga akan ditingkatkan.
"Kita tekan jumlah ternak babi terkena virus di lokasi kejadian sekaligus kita putus mata rantai penyebarannya di 17 kabupaten yang masih bebas," papar Agus.
Lima kabupaten tersebut adalah Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Hanya Flores yang belum terjangkit, sehingga diperlukan langkah antisipatif terhadap pengendalian sekaligus memutus mata rantai penyebarannya.
Pada saat yang bersamaan, Tim Investigasi ASF Kementan juga menuju Kabupaten Sikka, NTT dimana terjadi kematian ternak juga untuk melakukan monitoring dan sosialisasi. Turut hadir, Direktur Kesmavet, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa yang memberikan bantuan berbagai alat biosekuriti seperti sprayer dan desinfektan.
Sementara tim dari Balitbangtan yang terdiri dari BBLitvet, BBVet Denpasar ditambah pejabat medik veteriner dan paramedik veteriner dari Karantina Pertanian Ende terjun langsung untuk melakukan pengambilan sampel langsung ke rumah-rumah warga yang memiliki ternak babi.
Walaupun penyakit ini tidak bersifat zoonosis, namun dampaknya yang cukup signifikan bagi peternak, maka pengawasan karantina pertanian perlu diperkuat dengan ancaman tindakan pidana bagi para pelaku yang melanggar peraturan karantina.
"Perlu memberikan efek jera agar tidak ada lagi yang coba-coba melanggar dan para pihak lebih serius dalam memperkuat pencegahan ASF ke NTT," tutupnya.
Sebelumnya, pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Peternakan telah menetapkan siaga atas wabah virus tersebut.
sumber rri.co.id