Kebiri Kimia Melindungi Anak dari Kekerasan Seksual
Kasus kekerasan seksual terhadap anak menjadi perhatian bersama mengingat dampaknya sangat besar bagi keberlangsungan hidup anak kedepan. Presiden Jokowidodo bahkan bertindak dalam memberikan efek jera bagi para pelaku.
Bentuk keseriusan itu diwujudkan dengan meneken Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Nia salah seorang warga di kota Mataram menyatakan, kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual anak sangat tepat di terapkan. Pasalnya para pelaku pedofil bisa memangsa tanpa mengenal waktu dan tempat.
“Kebiri kimia pada pelaku kekerasan seksual terhadap anak, saya sih setuju sih ya. Kalau perlu jangka waktunya jangan sampai 2 tahun tapi lebih panjang lagi. Soalnya kan kasihan anaknya,” katanya, Rabu (6/1/2021).
Ia menjelaskan, korban kekerasan seksual anak akan sangat terganggu. Bahkan masa depannya akan suram jika tidak ditangani dengan baik. Mereka tidak akan bisa berinteraksi ataupun bergaul dengan teman sebaya lainnya akibat trauma yang diderita.
“Enggak mungkin mereka bergaul dengan teman-teman yang lain, kan dia malu. Jadi anak korban kekerasan seksual ini sudah sakit fisik juga sakit mental,” ungkapnya.
Sementara itu Muhammad Yasir warga lainnya menjelaskan, predator-predator anak ini bagaikan fenomena gunung es. Untuk itulah, hukuman yang berat harus dikenakan sehingga korban dapat diminalkan.
Menurut Yasir, kebiri kimia ini sangat baik akan tetapi tidak serta merta menghilangkan predator seksual sehingga orang tua harus memberikan perhatian lebih kepada anak-anaknya.
“Hukuman kebiri kimia yang diterapkan oleh presiden Jokowidodo itu memang dampaknya tidak begitu bisa menghilangkan predator seksual. Karena obat ini hanya menurunkan kadar libido seseorang, ketika masanya sudah habis maka akan memicu kembali libido seksualnya,” tuturnya.
Peraturan Pemerintah tersebut merupakan peraturan turunan dari Pasal 81A ayat 4 dan Pasal 82A ayat 3 Undang-Undang No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 2 ayat 1 di PP tersebut, pelaku persetubuhan terhadap anak yang telah memiliki kekuatan hukum tetap bisa dikenakan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.
Sementara itu, Pasal 2 ayat 2 menyatakan pelaku perbuatan cabul terhadap anak yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat dikenakan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronok dan rehabilitasi.
Kendati demikian, berdasarkan Pasal 4, pelaku persetubuhan atau pencabulan yang masih berstatus anak tak dikenakan tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.