ABK Tewas Dilarung Diduga Berangkat Secara Perseorangan
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melakukan penelusuran menyusul
tewasnya empat awak buah kapal (ABK) Cina. Penelusuran itu dilakukan
setelah Kemenaker mendapat surat kematian dari salah satu ABK nahas itu,
salah satunya Muhammad Al Fatah dari Kementerian Luar Negeri.
"Ada empat ABK kita yang meninggal dunia. Kemnaker sebenarnya mendapat surat terkait wafatnya Muhammad Al Fatah waktu itu. Jadi kami sudah mendapat surat dari Kementerian Luar Negeri untuk mencari tahu asal perusahaan yang memberangkatkan," terang Direktur Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, Eva Trisiana dalam diskusi online yang digelar LBH Jakarta, Minggu (10/5/2020).
Kemenaker, kata Eva, juga telah memanggil salah satu perusahaan yaitu PT Alfira Perdana Jaya diduga sebagai perusahaan yang menempatkan Al Fatah.
"Pemanggilan PT Alfira Perdana Jaya karena izin perusahaan itu Kemenaker yang mengeluarkannya dan menempatkan ABK di kapal Cina tersebut," ujar dia.
Hasilnya, satu per satu terungkap temuan baru terkait keberangkatan Al Fatah sebelum tewas di laut lepas saat berlayar.
"Ternyata, setelah kami telusuri, bahwa Pekerja Migran Indonesia itu berangkatnya secara perseorangan atau mandiri. Di situ dibuktikan dengan adanya bukti mereka sudah tidak lagi terdaftar di perusahan tersebut,"ungkapnya.
Kemudian, lanjutnya Kemnaker menelusuri Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN) dari pekerja migran itu.
"Ternyata memang mereka berangkat secara mandiri. Oleh karenanya kami tidak bisa menuntut mereka karena itu sudah berada di luar tanggung jawab perusahaan itu," jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Eva pihaknya juga berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan terkait ABK yang berasal dari PT Lakemba Perkasa Bahari yang izinnya dikeluarkan Kementerian Perhubungan.
"Ini juga sudah ditelusuri dan PT Lakemba Perkasa Bahari bertanggung jawab atas meninggalnya ABK di bawah naungan perusahaannya tersebut, untuk memulangkan sampai memenuhi semua hak-haknya," tuturnya.
Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan, ada empat perusahaan penempatan jasa tenaga kerja terlibat dalam kasus wafatnya empat ABK di kapal China yang jenazahnya dilarung ke laut.
Eva menjelaskan empat perusahaan itu antara lain, PT. Lakemba Perkasa Bahari, PT. Alfira Perdana Jaya, PT. Sinar Muara Gemilang dan PT. Karunia Bahari Samudera.
"Dari empat perusahaan itu, Kemnaker mengeluarkan izin untuk PT. Alfira Perdana Jaya. Sedangkan PT. Lakemba Perkasa Bahari izinnya dari Kementerian Perhubungan, dua perusahaan lainnya tidak memiliki izin penempatan tenaga kerja," ucap dia.
Dua perusahaan lain yaitu PT Sinar Muara Gemilang dan PT Karunia Bahari Samudera, menurut Eva hanya mempunyai izin usaha. Tapi, dia menjamin pemerintah sudah mengatasi dan bertanggung jawab terhadap persoalan empat ABK ini.
"Kita akan mencari tahu alasan kapal Cina itu membuang jenazah empat ABK kapal tersebut meski aturan ILO membolehkan tetapi dengan sejumlah syarat," pungkasnya.
sumber rri.co.id
"Ada empat ABK kita yang meninggal dunia. Kemnaker sebenarnya mendapat surat terkait wafatnya Muhammad Al Fatah waktu itu. Jadi kami sudah mendapat surat dari Kementerian Luar Negeri untuk mencari tahu asal perusahaan yang memberangkatkan," terang Direktur Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, Eva Trisiana dalam diskusi online yang digelar LBH Jakarta, Minggu (10/5/2020).
Kemenaker, kata Eva, juga telah memanggil salah satu perusahaan yaitu PT Alfira Perdana Jaya diduga sebagai perusahaan yang menempatkan Al Fatah.
"Pemanggilan PT Alfira Perdana Jaya karena izin perusahaan itu Kemenaker yang mengeluarkannya dan menempatkan ABK di kapal Cina tersebut," ujar dia.
Hasilnya, satu per satu terungkap temuan baru terkait keberangkatan Al Fatah sebelum tewas di laut lepas saat berlayar.
"Ternyata, setelah kami telusuri, bahwa Pekerja Migran Indonesia itu berangkatnya secara perseorangan atau mandiri. Di situ dibuktikan dengan adanya bukti mereka sudah tidak lagi terdaftar di perusahan tersebut,"ungkapnya.
Kemudian, lanjutnya Kemnaker menelusuri Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN) dari pekerja migran itu.
"Ternyata memang mereka berangkat secara mandiri. Oleh karenanya kami tidak bisa menuntut mereka karena itu sudah berada di luar tanggung jawab perusahaan itu," jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Eva pihaknya juga berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan terkait ABK yang berasal dari PT Lakemba Perkasa Bahari yang izinnya dikeluarkan Kementerian Perhubungan.
"Ini juga sudah ditelusuri dan PT Lakemba Perkasa Bahari bertanggung jawab atas meninggalnya ABK di bawah naungan perusahaannya tersebut, untuk memulangkan sampai memenuhi semua hak-haknya," tuturnya.
Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan, ada empat perusahaan penempatan jasa tenaga kerja terlibat dalam kasus wafatnya empat ABK di kapal China yang jenazahnya dilarung ke laut.
Eva menjelaskan empat perusahaan itu antara lain, PT. Lakemba Perkasa Bahari, PT. Alfira Perdana Jaya, PT. Sinar Muara Gemilang dan PT. Karunia Bahari Samudera.
"Dari empat perusahaan itu, Kemnaker mengeluarkan izin untuk PT. Alfira Perdana Jaya. Sedangkan PT. Lakemba Perkasa Bahari izinnya dari Kementerian Perhubungan, dua perusahaan lainnya tidak memiliki izin penempatan tenaga kerja," ucap dia.
Dua perusahaan lain yaitu PT Sinar Muara Gemilang dan PT Karunia Bahari Samudera, menurut Eva hanya mempunyai izin usaha. Tapi, dia menjamin pemerintah sudah mengatasi dan bertanggung jawab terhadap persoalan empat ABK ini.
"Kita akan mencari tahu alasan kapal Cina itu membuang jenazah empat ABK kapal tersebut meski aturan ILO membolehkan tetapi dengan sejumlah syarat," pungkasnya.
sumber rri.co.id