Hentikan Rantai Kekerasan, Usut Perundungan Ferdian Paleka
Koalisi Pemantau Peradilan yang merupakan gabungan 16 lembaga bantuan
hukum, mendesak Kapolda Jawa Barat mengusut aksi perundungan di
lingkungan rumah tahanan Polrestabes Bandung.
Perundungan itu diterima Youtuber Ferdian Paleka, yang merupakan tersangka pembuat konten prank kardus berisi batu bata dan sampah untuk transpuan.
Dalam rilis yang diterima rri.co.id, koalisi juga meminta ada tindakan tegas terhadap angota kepolisian yang bertanggung jawab atas pembiaran terjadinya tindakan merendahkan martabat tersebut.
"Kami juga mendesak agar peristiwa pembiaran terhadap tersangka yang berada di dalam tempat penahanan tidak boleh terjadi lagi atas alasan apapun," tulis rilis tersebut, Minggu (10/5/2020).
Menurut koalisi, peristiwa ini tidak saja memperlihatkan buruknya pengawasan dan pengendalian dalam sistem penahanan di institusi penegak hukum, tetapi juga mengesampingkan peran dan tangungjawab Negara yang seharusnya fokus untuk menjamin pemulihan hak para korban transpuan yang selama ini diabaikan dalam sistem peradilan pidana.
Penggunaan pendekatan pidana pada kasus ini dapat menimbulkan masalah jika pemenuhan hak korban tidak diperhatikan. Sebab stigmatisasi dan labelling yag dialami oleh transpuan justru tidak terselesaikan dengan sekedar mempidana pelaku.
Sebaliknya, penggunaan hukum pidana dalam perkara ini justru berpotensi merugikan korban. Sebab, korban hanya akan dipandang sebagai saksi dalam konteks pembuktian tindak pidana, sehingga fokus yang diberikan hanya pada pelaku pembuktian fakta atas tindak pidana saja. Padahal pendampingan terhadap korban dan pemenuhan hak hak korban itu jauh lebih penting untuk diperhatikan oleh pemerinta ketimbang sekedar memenjarakan pelaku.
Seharusnya dalam hal ini aparat penegak hukum bisa lebih mengedepankan prinsip keadilan restoratif dimana fokus utama penegakan hukum adalah perlindungan terhadap korban, dalam hal ini yaitu transpuan yang termarjinalkan karean adanya tindakan dari FP. Sehingga dalam hal ini polisi bisa lebih mengutamakan mendorong pelaku melakukan permintaan maaf kepada korban serta ganti rugi terhadap korban dan kelompok minoritas termarjinalkan lainnya.
"Hal ini guna menjamin penegakan hukum yang due process dan menghindari tindak kekerasan ataupun perploncoan terhadap tersangka di dalam tahanan. Kami juga mendesak negara untuk segera memberikan upaya pemulihan yang efektif dan bermartabat bagi para korban, termasuk melindungi para korban dari potensi terjadinya reviktimisasi bagi para korban dnegan instriumen hukum pidana dalam perkara ini," tulis rilis.
Koalisi Pemantau Peradilan sendir terdiri dari IJRS, KontraS, PKBIU, LBH Masyarakat, PSHK, YLBHI, ICJR, ELSAM, LBH Pers, PBHI, LBH Jakarta, LeIP, Institut Perempuan, LBH Bandung, HRWG, dan Imparsial.
Diberitakan, sebelum diamankan, Ferdian membuat konten prank yang merendahkan martabat manusia terutama transpuan yang menjadi korbannya. Alih-alih berbuat baik dengan memberikan sembako di masa kesulitan karena sembako, Ferdian justru mengisi kardus itu dengan sampah dan batu bata dengan tujuan mempermalukan para transpuan.
Ferdian Paleka kemudian ditangkap polisi di tol Tangerang – Merak setelah berusaha melarikan diri pada Jumat, 8 Mei 2020. Saat itu, ia bersama seorang teman dan pamannya. Ferdian cs dijerat dengan UU ITE pasal 36 dan pasal 51 ayat 2 dengan ancaman hukuman 4 - 12 tahun penjara.
Sementara setelah aksi perundungan yang diterimanya pada Jumat, 8 Mei 2020 lalu di rumah tahanan Polrestabes Bandung, Kepolisian Resor Kota Besar Bandung disebut telah memisahkan Ferdian Paleka dari tahanan lainnya.
sumber rri.co.id
Perundungan itu diterima Youtuber Ferdian Paleka, yang merupakan tersangka pembuat konten prank kardus berisi batu bata dan sampah untuk transpuan.
Dalam rilis yang diterima rri.co.id, koalisi juga meminta ada tindakan tegas terhadap angota kepolisian yang bertanggung jawab atas pembiaran terjadinya tindakan merendahkan martabat tersebut.
"Kami juga mendesak agar peristiwa pembiaran terhadap tersangka yang berada di dalam tempat penahanan tidak boleh terjadi lagi atas alasan apapun," tulis rilis tersebut, Minggu (10/5/2020).
Menurut koalisi, peristiwa ini tidak saja memperlihatkan buruknya pengawasan dan pengendalian dalam sistem penahanan di institusi penegak hukum, tetapi juga mengesampingkan peran dan tangungjawab Negara yang seharusnya fokus untuk menjamin pemulihan hak para korban transpuan yang selama ini diabaikan dalam sistem peradilan pidana.
Penggunaan pendekatan pidana pada kasus ini dapat menimbulkan masalah jika pemenuhan hak korban tidak diperhatikan. Sebab stigmatisasi dan labelling yag dialami oleh transpuan justru tidak terselesaikan dengan sekedar mempidana pelaku.
Sebaliknya, penggunaan hukum pidana dalam perkara ini justru berpotensi merugikan korban. Sebab, korban hanya akan dipandang sebagai saksi dalam konteks pembuktian tindak pidana, sehingga fokus yang diberikan hanya pada pelaku pembuktian fakta atas tindak pidana saja. Padahal pendampingan terhadap korban dan pemenuhan hak hak korban itu jauh lebih penting untuk diperhatikan oleh pemerinta ketimbang sekedar memenjarakan pelaku.
Seharusnya dalam hal ini aparat penegak hukum bisa lebih mengedepankan prinsip keadilan restoratif dimana fokus utama penegakan hukum adalah perlindungan terhadap korban, dalam hal ini yaitu transpuan yang termarjinalkan karean adanya tindakan dari FP. Sehingga dalam hal ini polisi bisa lebih mengutamakan mendorong pelaku melakukan permintaan maaf kepada korban serta ganti rugi terhadap korban dan kelompok minoritas termarjinalkan lainnya.
"Hal ini guna menjamin penegakan hukum yang due process dan menghindari tindak kekerasan ataupun perploncoan terhadap tersangka di dalam tahanan. Kami juga mendesak negara untuk segera memberikan upaya pemulihan yang efektif dan bermartabat bagi para korban, termasuk melindungi para korban dari potensi terjadinya reviktimisasi bagi para korban dnegan instriumen hukum pidana dalam perkara ini," tulis rilis.
Koalisi Pemantau Peradilan sendir terdiri dari IJRS, KontraS, PKBIU, LBH Masyarakat, PSHK, YLBHI, ICJR, ELSAM, LBH Pers, PBHI, LBH Jakarta, LeIP, Institut Perempuan, LBH Bandung, HRWG, dan Imparsial.
Diberitakan, sebelum diamankan, Ferdian membuat konten prank yang merendahkan martabat manusia terutama transpuan yang menjadi korbannya. Alih-alih berbuat baik dengan memberikan sembako di masa kesulitan karena sembako, Ferdian justru mengisi kardus itu dengan sampah dan batu bata dengan tujuan mempermalukan para transpuan.
Ferdian Paleka kemudian ditangkap polisi di tol Tangerang – Merak setelah berusaha melarikan diri pada Jumat, 8 Mei 2020. Saat itu, ia bersama seorang teman dan pamannya. Ferdian cs dijerat dengan UU ITE pasal 36 dan pasal 51 ayat 2 dengan ancaman hukuman 4 - 12 tahun penjara.
Sementara setelah aksi perundungan yang diterimanya pada Jumat, 8 Mei 2020 lalu di rumah tahanan Polrestabes Bandung, Kepolisian Resor Kota Besar Bandung disebut telah memisahkan Ferdian Paleka dari tahanan lainnya.
sumber rri.co.id