APD Produksi Dalam Negeri Berlimpah!
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penangana COVID-19, Doni Monardo
menegaskan, para Tenaga Kesehatan (Nakes) tidap perlu menkhawatirkan
adanya Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan bagi para Nakes dalam
menangani pasien yang terjangkit virus COVID-19.
Sebab diungkapkannya bahwa saat ini ketersediaan APD yang diproduksi dari dalam negeri itu, telah sangat banyak, bahkan telah melebihi dari kapasitas daya tampung APD.
"Berhubungan dengan upaya yang kami lakukan, mulai dari APD nyaris kosong. Hampir semua RS di Jakarta melaporkan hampir tidak ada lagi APD. Alhamdulillah, sekarang ini jumlah APD sudah semakin cukup, bahkan kami sudah overcapacity," ungkap Doni dalam rapat dengar pendapat bersama dengan Komisi X DPR RI, Jakarta (17/6/2020).
Ia mengaku bahwa telah terpenuhinya APD yang di produksi dari dalam negeri itu, dikarenakan adanya berbagai pelaku industri selama masa wabah pandemi COVID-19, melakukan perubahan produksi Alat Pelindung Diri.
Bahkan dijelaskan mantan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional periode 2018-2019 itu, Badan Kesehatahan Dunia (WHO), juga telah memberikan izin kepada perusahaan dalam negeri, untuk memproduksi APD.
Tidak hanya demikian, APD yang di produksi dari dalam negeri dijelaskan Doni Monardo, juga ada yang mendapatkan sertifikat internasional.
"Sudah ada izin yang dikeluarkan WHO kepada beberapa perusahaan di tanah air, bahkan sudah ada yang dapat sertifikat ISO 16604 yang berstandar internasional, dengan level 3 premium," jelasnya lagi.
Doni mengatakan, Kementerian Riset dan Teknologi /Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristekbrin) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga telah membantu Tenaga Kesehatan untuk penanganan Covid-19 di dalam negeri, dengan berhasil membuat sejumlah alat kesehatan (Alkes) lainnya.
“Dari periset yang berhasil membangun ventilator, kemudian merancang alat kesehatan yang dapat digunakan untuk pengobatan masyarakat yang sakit. Segala upaya kami lakukan agar seluruh provinsi mendapatkan dukungan memadai dari pusat. Termasuk mesin PCR yang jumlahnya hanya 1 di Jakarta, akhirnya ada 206 yang tersebar di 34 provinsi. Ini belum cukup karena kita terus memerlukan lebih banyak lagi," pungkasnya.
sumber rri.co.id
Sebab diungkapkannya bahwa saat ini ketersediaan APD yang diproduksi dari dalam negeri itu, telah sangat banyak, bahkan telah melebihi dari kapasitas daya tampung APD.
"Berhubungan dengan upaya yang kami lakukan, mulai dari APD nyaris kosong. Hampir semua RS di Jakarta melaporkan hampir tidak ada lagi APD. Alhamdulillah, sekarang ini jumlah APD sudah semakin cukup, bahkan kami sudah overcapacity," ungkap Doni dalam rapat dengar pendapat bersama dengan Komisi X DPR RI, Jakarta (17/6/2020).
Ia mengaku bahwa telah terpenuhinya APD yang di produksi dari dalam negeri itu, dikarenakan adanya berbagai pelaku industri selama masa wabah pandemi COVID-19, melakukan perubahan produksi Alat Pelindung Diri.
Bahkan dijelaskan mantan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional periode 2018-2019 itu, Badan Kesehatahan Dunia (WHO), juga telah memberikan izin kepada perusahaan dalam negeri, untuk memproduksi APD.
Tidak hanya demikian, APD yang di produksi dari dalam negeri dijelaskan Doni Monardo, juga ada yang mendapatkan sertifikat internasional.
"Sudah ada izin yang dikeluarkan WHO kepada beberapa perusahaan di tanah air, bahkan sudah ada yang dapat sertifikat ISO 16604 yang berstandar internasional, dengan level 3 premium," jelasnya lagi.
Doni mengatakan, Kementerian Riset dan Teknologi /Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristekbrin) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga telah membantu Tenaga Kesehatan untuk penanganan Covid-19 di dalam negeri, dengan berhasil membuat sejumlah alat kesehatan (Alkes) lainnya.
“Dari periset yang berhasil membangun ventilator, kemudian merancang alat kesehatan yang dapat digunakan untuk pengobatan masyarakat yang sakit. Segala upaya kami lakukan agar seluruh provinsi mendapatkan dukungan memadai dari pusat. Termasuk mesin PCR yang jumlahnya hanya 1 di Jakarta, akhirnya ada 206 yang tersebar di 34 provinsi. Ini belum cukup karena kita terus memerlukan lebih banyak lagi," pungkasnya.
sumber rri.co.id