Highlight

Ini Contoh Konsep Berbagi Beban untuk Pemulihan Ekonomi Nasional


Konsep sharing the pain, sharing the burden atau pembagian beban dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) dijelaskan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Febrio Kacaribu dalam acara Tanya BKF virtual mengenai Program Pemulihan Nasional (PEN) dan Isu Fiskal Lainnya pada Kamis, (04/06) di Jakarta.
Ia mengatakan bahwa konsep berbagi beban PEN adalah implementasi prinsip gotong royong mengatasi masalah bersama seperti yang sudah menjadi cara hidup masyarakat Indonesia (way of life).
"Prinsip gotong royong masyarakat Indonesia. Dalam masa pandemi semua mengalami koreksi, kesusahan. Tapi di tengah kesusahan bagaimana pemerintah tampil sebagai katalis untuk bergerak bersama-sama. Pertama, bertahan dulu, lalu recover. Ketika kita menyadari ini adalah masalah kita bersama, jadi tidak mungkin salah satu, atau dua atau 3 saja yang menanggung mayoritas biaya pemulihan ekonomi ini," jelasnya.
Ia mencontohkan restrukturisasi kredit UMKM sebagai ilustrasi peran pemerintah bersama BI, OJK dan perbankan dalam menolong UMKM dari kredit macet akibat pembatasan sosial pandemi COVID-19.
"UMKM adalah segmen yang memperkerjakan mayoritas tenaga kerja kita, rentan, namun mereka mau berusaha. Kita harus dorong, memastikan mereka sustain. OJK melakukan kelonggaran, supaya mereka tidak masuk NPL (Non preforming loan/kredit macet) dulu, membolehkan bank untuk melakukan restrukturisasi tapi tidak masuk menjadi NPL," paparnya.
Namun, pemerintah menilai, UMKM perlu ditolong lebih jauh dari sekedar penundaan pembayaran bunga dan pokok pinjaman. Maka, pemerintah memberikan subsidi bunga sebesar lebih dari Rp35 triliun untuk membantu mereka bernafas di tengah himpitan ekonomi akibat pandemi.
"Tetapi pemerintah melihat mereka butuh lebih dari sekedar restrukturisasi, lebih dari sekedar menunda pembayaran bunga dan pokok. Peluang menjadi gagal bayar setelah restrukturisasi selesai masih besar. Maka, pemerintah masuk dengan subsidi bunga Rp35 triliun," jelasnya.
Ia menambahkan, di sisi lain akan ada kebutuhan likuiditas perbankan karena melakukan restrukturisasi untuk UMKM, ada yang 6 bulan, ada yang di bawah 6 bulan. OJK, BI, Kemenkeu dan K/L lain juga melihat likuiditas bank. Jika bank masih cukup menanggung restrukturisasi UMKM 6 bulan dan memiliki Surat Berharga Negaraa (SBN), bank bisa me-repo dulu ke BI baru minta penempatan dana ke pemerintah. Syaratnya sangat restriktif. Jumlah SBN di perbankan lebih dari Rp800 triliun, jumlah SBN yang bisa direpokan ke BI Rp500 triliun.
Kemudian, ada juga bank yang sehat tapi SBN tidak cukup, namun sudah melakukan restrukturisasi. Maka, bank tersebut juga bisa meminta penempatan dana ke pemerintah jika sudah merepo SBN ke BI. Syaratnya Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sudah di bawah 6%. Lalu pemerintah siap untuk penempatan dana, kerjasama dengan OJK untuk membantu assesmennya.
"Di sinilah bentuk sharing the pain, dan sharing the burden. Kita tahu ada masalah, ada peran dari OJK, pemerintah, Bank Indonesia bagaimana caranya menolong UMKM ini. Sharing the pain dari sisi banknya, bank mengalami kerugian juga akibat pandemi COVID-19 ini. Pemilik saham juga rugi karena saham banknya turun," pungkasnya.