Ini Titik Rawan Korupsi Bansos
Sebanyak 72,63 triliun APBD dan 22,48 triliun Dana Desa difokuskan
untuk mempercepat penanganan pandemi. Pengelolaan keuangan daerah yang
besar tersebut kerap kali diwarnai risiko dalam pelaksanaannya, seperti
korupsi.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Yusuf Ateh menyampaikan sejumlah titik rawan korupsi dari penyaluran bansos.
"Beberapa risiko dari penyaluran bansos yang perlu diantisipasi adalah permasalahan data penerima manfaat (data ganda, data tidak valid), tumpang tindih penerima dan skema bansos, serta ketidaktepatan waktu, jumlah, dan kualitas," ungkapnya, Rabu (24/6/2020).
"Jika uang negara sudah terlanjur bocor, manfaat yang seharusnya sampai ke masyarakat sudah pasti tidak dapat di-deliver atau delivery-nya akan terhambat. Jadi, pencegahan harus menjadi prioritas,” lanjutnya.
Menurutnya, di tengah kelebihan dan keterbatasan masing-masing lembaga, kolaborasi APIP-BPK-APH diarahkan untuk membangun kombinasi optimal dari ketiga peran tersebut sebagai bagian dari layer pengawasan pengendalian korupsi, mulai dari pengawasan oleh manajemen sebagai layer pertama, unit quality assurance sebagai layer kedua, dan APIP sebagai layer ketiga.
Pemeriksa eksternal dan APH selanjutnya menjadi layer pengawasan terakhir yang lebih bersifat represif. Dalam hal ini, APIP lebih dilibatkan melalui pendampingan proses bisnis dan pengambilan keputusan. Sedangkan BPK selaku pemeriksa eksternal memiliki wewenang lebih atas temuan dan APH akan bergerak melakukan penindakan.
Selanjutnya, ia menuturkan upaya yang telah dilakukan BPKP adalah integrasi basis data berbagai penerima bansos serta cleansing data penerima yang bermasalah. Diharapkan Pemda turut mendukung upaya pemutakhiran data (termasuk DTKS), serta bersinergi bersama APIP/Perwakilan BPKP di setiap Provinsi untuk bersama mengawal agar penyaluran bansos tepat sasaran.
Sebelumnya, terkait strategi pencegahan korupsi, Presiden Joko Widodo dalam Rakornas Pengawasan Intern 2020 mengingatkan agar pencegahan harus diutamakan. Hal ini juga diamini oleh Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh bahwa sinergi antar lembaga akan mempercepat pengendalian fraud.
"Sinergi dan kolaborasi APIP-BPKP-APH harus dilakukan sejak awal sebagai sistem peringatan dini," pungkasnya.
sumber rri.co.id
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Yusuf Ateh menyampaikan sejumlah titik rawan korupsi dari penyaluran bansos.
"Beberapa risiko dari penyaluran bansos yang perlu diantisipasi adalah permasalahan data penerima manfaat (data ganda, data tidak valid), tumpang tindih penerima dan skema bansos, serta ketidaktepatan waktu, jumlah, dan kualitas," ungkapnya, Rabu (24/6/2020).
"Jika uang negara sudah terlanjur bocor, manfaat yang seharusnya sampai ke masyarakat sudah pasti tidak dapat di-deliver atau delivery-nya akan terhambat. Jadi, pencegahan harus menjadi prioritas,” lanjutnya.
Menurutnya, di tengah kelebihan dan keterbatasan masing-masing lembaga, kolaborasi APIP-BPK-APH diarahkan untuk membangun kombinasi optimal dari ketiga peran tersebut sebagai bagian dari layer pengawasan pengendalian korupsi, mulai dari pengawasan oleh manajemen sebagai layer pertama, unit quality assurance sebagai layer kedua, dan APIP sebagai layer ketiga.
Pemeriksa eksternal dan APH selanjutnya menjadi layer pengawasan terakhir yang lebih bersifat represif. Dalam hal ini, APIP lebih dilibatkan melalui pendampingan proses bisnis dan pengambilan keputusan. Sedangkan BPK selaku pemeriksa eksternal memiliki wewenang lebih atas temuan dan APH akan bergerak melakukan penindakan.
Selanjutnya, ia menuturkan upaya yang telah dilakukan BPKP adalah integrasi basis data berbagai penerima bansos serta cleansing data penerima yang bermasalah. Diharapkan Pemda turut mendukung upaya pemutakhiran data (termasuk DTKS), serta bersinergi bersama APIP/Perwakilan BPKP di setiap Provinsi untuk bersama mengawal agar penyaluran bansos tepat sasaran.
Sebelumnya, terkait strategi pencegahan korupsi, Presiden Joko Widodo dalam Rakornas Pengawasan Intern 2020 mengingatkan agar pencegahan harus diutamakan. Hal ini juga diamini oleh Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh bahwa sinergi antar lembaga akan mempercepat pengendalian fraud.
"Sinergi dan kolaborasi APIP-BPKP-APH harus dilakukan sejak awal sebagai sistem peringatan dini," pungkasnya.
sumber rri.co.id