Investasi Dibidik, Kemenperin Pacu TKDN Produk Elektronik
Kementerian
Perindustrian terus memacu agar industri elektronika dan telematika di
tanah air dapat mengoptimalkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di
setiap produk yang dihasilkannya. Hal ini diharapkan mampu menarik
investasi melalui penumbuhan sektor industri pendukung atau komponen.
“Oleh
karena itu, kami sedang mengkaji untuk merevisi Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 68 Tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Penghitungan Nilai TKDN Produk Elektronika dan Telematika,” kata Menteri
Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Minggu (21/6).
Menperin
menegaskan, implementasi kebijakan pengoptimalan TKDN akan turut
memperkuat struktur manufaktur sehingga diyakini bisa mendongkrak daya
saing industri sekaligus perekonomian nasional. “Apalagi, perkembangan
produk elektronika dan telematika sangat cepat. Maka itu, perlu
penghitungan nilai TKDN yang dilakukan secara lebih detail,” ujarnya.
Salah
satu pokok yang akan direvisi dalam Permenperin 68/2015, yakni mengenai
pembobotan dalam melakukan penghitungan nilai TKDN. Penghitungan nilai
TKDN bakal dibedakan untuk kategori produk digital dan nondigital.
Produk
digital akan dihitung dengan bobot 70% pada aspek manufaktur dan 30%
aspek pengembangan, sedangkan produk nondigital dihitung dengan bobot
80% untuk aspek manufaktur dan 20% aspek pengembangan.
“Tata
cara penghitungan akan dijelaskan dengan detail di revisi peraturan
nanti, sehingga penghitungan dapat diimplementasikan di lapangan,” tutur
Menperin. Sedangkan untuk tata cara penghitungan nilai TKDN jasa
perangkat lunak (software) akan diatur dalam Permenperin tersendiri.
“Kami
juga ingin proses pengajuan permohonan penilaian TKDN perlu
disederhankan guna mengurangi birokrasi,” imbuhnya. Sehingga, permohonan
penilaian TKDN nantinya diajukan langsung kepada lembaga verifikasi
melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) tanpa memerlukan
Surat Keterangan Kemampuan Produksi dan Suplai (SKKPS).
Menperin
optimistis, beleid tentang TKDN dapat melindungi industri dalam negeri
dan menekan produk impor. Hal ini seperti penerapan regulasi TKDN
terhadap produk smartphone,
yang tertuang dalam Permenperin No 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Produk
Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
“Penerapan
TKDN elektronika sejalan dengan target pemerintah untuk mencapai
substitusi impor hingga 35% pada akhir 2022,” ujarnya.
Direktur
Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika
(ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier menyampaikan, pihaknya terus
melihat potensi penerapan TKDN di sektor binaannya. Saat ini, pada
peralatan komunikasi misalnya, yang perlu dioptimalkan kandungan
lokalnya seperti produk router dan perangkat lain berteknologi 4G.
“Potensi penerapan TKDN untuk menumbuhkan industri dalam negeri juga dapat digunakan pada produk lain, seperti komputer, notebook, smart card, kabel serat optik, panel surya, alat penerangan, televisi digital hingga internet of things (IoT) sebagai pendukung teknologi industri 4.0,” sebutnya.
Salah
satu yang sedang difokuskan adalah penerapan TKDN TV digital yang
didukung adanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 4 Tahun
2019 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi
untuk Keperluan Penyelenggaraan Televisi Siaran dan Radio Siaran.
“Direktorat Industri Elektronika dan Telematika bersama PT. Surveyor Indonesia telah melakukan pre-assessment
penghitungan nilai TKDN TV Digital ukuran 32 inch. Beberapa komponen
yang sudah dapat diproduksi oleh industri di dalam negeri antara lain frame, kemasan, konektor atau kabel, dan speaker,” papar Taufiek.
Menurutnya,
pada penyusunan revisi Permenperin 68/2015, akan diformulasikan kembali
ketentuan dan tata cara penghitungannya sesuai dengan kondisi dan
kemampuan industri dalam negeri. Hal ini sejalan upaya pengembangan
industri dalam negeri, khususnya sektor elektronika dan telematika.
“Optimalisasi TKDN tentu akan meningkatkan produksi dalam negeri dan mampu menjadi substitusi impor,” ungkapnya.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.
sumber kemenperin.co.id