Kasus Suap Koni, Kemungkinan Ada Tersangka Baru
Komisi Pemberantasan Korupsi buka kemungkinan akan menetapkan
tersangka bagi pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam kasus dana Hibah
KONI yang menjerat mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi yang
telah divonis 7 tahun penjara dan denda Rp.400 juta subsider 3 bulan
kurungan.
Plt jubir penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, jika KPK menemukan dua bukti adanya dugaan keterlibatan pihak lain, KPK tidak segan untuk menetapkan pihak yang diduga terlibat menjadi tersangka.
"Apabila setelahnya ditemukan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak lain, tentu KPK akan ambil sikap dengan menetapkan pihak-pihak lain tersebut sebagai tersangka," kata Ali saat dimintai konfirmasi oleh RRI, Selasa (30/6/2020).
Untuk itu, KPK akan mempelajari putusan lengkap Imam Nahrawi. KPK, lanjut Ali, juga akan mempelajari fakta-fakta persidangan, keterangan saksi hingga pertimbangan majelis hakim.
"KPK nanti akan pelajari putusan lengkapnya lebih dahulu, baik itu fakta-fakta sidang keterangan para saksi yang termuat dalam putusan maupun pertimbangan-pertimbangan majelis hakim," kata Ali.
Lebih lanjut, KPK menghormati putusan majelis hakim. Dia pun mempersilakan Imam untuk mengajukan upaya hukum lanjutan bilamana tidak meneriman putusan tersebut.
"Kita harus hormati putusan majelis hakim.
Jika terdakwa tidak menerima putusan tentu silahkan melakukan upaya hukum banding," katanya.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis terhadap Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi divonis 7 tahun dalam kasus suap dana hibah Kemenpora kepada KONI.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa berupa pidana penjara selama 7
tahun, dan pidana denda sebesar 400 juta subsidiair 3 bulan kurungan," ujar Hakim Ketua Rosmina saat membacakan amar putusan Imama Nahrawi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/6/2020).
Selain pidana badan, Imam juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti senilai Rp18,154,238,82.
"Jika tidak dibayarkan, maka harta benda milik terdakwa akan disita dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika harta benda terdakwa belum juga cukup untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dikenakan pidana penjara selama 2 tahun," ucap hakim.
Selain itu, Imam juga dikenakan hukuman tambahan dengan pencabutan hak politik selama 4 tahun setelah menjalani masa pidana penjara.
Diketahui, dalam kasus ini Imam Nahrawi sebelumnya dituntut jaksa KPK dengan hukuman 10 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 19,1 miliar dalam waktu satu bulan.
Jaksa juga menuntut agar hak politik Imam dicabut selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok. Jaksa menyebut Imam terbukti menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar bersama asisten pribadinya Miftahul Ulum. Suap itu ditujukan untuk mempercepat proses dana hibah KONI pada 2018.
Tak hanya itu, Imam juga dianggap jaksa terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 8,64 miliar bersama Ulum yang diterima dari berbagai sumber. Ulum ditugaskan sebagai perantara antara Imam dengan pemberi gratifikasi.
sumber rri.co.id
Plt jubir penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, jika KPK menemukan dua bukti adanya dugaan keterlibatan pihak lain, KPK tidak segan untuk menetapkan pihak yang diduga terlibat menjadi tersangka.
"Apabila setelahnya ditemukan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak lain, tentu KPK akan ambil sikap dengan menetapkan pihak-pihak lain tersebut sebagai tersangka," kata Ali saat dimintai konfirmasi oleh RRI, Selasa (30/6/2020).
Untuk itu, KPK akan mempelajari putusan lengkap Imam Nahrawi. KPK, lanjut Ali, juga akan mempelajari fakta-fakta persidangan, keterangan saksi hingga pertimbangan majelis hakim.
"KPK nanti akan pelajari putusan lengkapnya lebih dahulu, baik itu fakta-fakta sidang keterangan para saksi yang termuat dalam putusan maupun pertimbangan-pertimbangan majelis hakim," kata Ali.
Lebih lanjut, KPK menghormati putusan majelis hakim. Dia pun mempersilakan Imam untuk mengajukan upaya hukum lanjutan bilamana tidak meneriman putusan tersebut.
"Kita harus hormati putusan majelis hakim.
Jika terdakwa tidak menerima putusan tentu silahkan melakukan upaya hukum banding," katanya.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis terhadap Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi divonis 7 tahun dalam kasus suap dana hibah Kemenpora kepada KONI.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa berupa pidana penjara selama 7
tahun, dan pidana denda sebesar 400 juta subsidiair 3 bulan kurungan," ujar Hakim Ketua Rosmina saat membacakan amar putusan Imama Nahrawi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/6/2020).
Selain pidana badan, Imam juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti senilai Rp18,154,238,82.
"Jika tidak dibayarkan, maka harta benda milik terdakwa akan disita dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika harta benda terdakwa belum juga cukup untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dikenakan pidana penjara selama 2 tahun," ucap hakim.
Selain itu, Imam juga dikenakan hukuman tambahan dengan pencabutan hak politik selama 4 tahun setelah menjalani masa pidana penjara.
Diketahui, dalam kasus ini Imam Nahrawi sebelumnya dituntut jaksa KPK dengan hukuman 10 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 19,1 miliar dalam waktu satu bulan.
Jaksa juga menuntut agar hak politik Imam dicabut selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok. Jaksa menyebut Imam terbukti menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar bersama asisten pribadinya Miftahul Ulum. Suap itu ditujukan untuk mempercepat proses dana hibah KONI pada 2018.
Tak hanya itu, Imam juga dianggap jaksa terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 8,64 miliar bersama Ulum yang diterima dari berbagai sumber. Ulum ditugaskan sebagai perantara antara Imam dengan pemberi gratifikasi.
sumber rri.co.id