Perubahan Postur APBN Merupakan Respon Cepat Pemerintah Tangani Biaya COVID-19 dan PEN
Kemenkeu - Krisis wabah COVID-19 yang penuh ketidakpastian lamanya
baik di bidang kesehatan maupun ekonomi membuat pemerintah menghitung
ulang biaya yang diperlukan untuk sekedar menahan dampaknya agar tidak
makin dalam. Oleh karena itu, pemerintah menganggarkan total Rp677,20
triliun yang mencakup biaya untuk kesehatan penanganan COVID-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Situasi COVID-19 membuat kebutuhan anggaran berubah sehingga pemerintah perlu bergerak cepat namun tetap hati-hati dengan mengubah postur APBN 2020 yang sudah diubah dalam Perpres 54/2020 menjadi postur APBN yang lebih baru dimana saat ini, setelah
Perppu No.1/2020 disahkan menjadi UU No.2/2020, postur APBN cukup disahkan melalui Perpres saja untuk kecepatan merespon kondisi di lapangan.
"Perubahan postur, perubahan defisit, secara resmi kalau kondisi normal harus dilakukan dengan APBN dan APBN-P. Saat ini, di tahun 2020, dasar hukumnya Perppu No.1/2020 yang kemudian ditetapkan menjadi UU No.2/2020 dimana pergantian postur dilakukan dengan Perpres. Secara resminya, kita mengubah postur baru sekali tahun ini yaitu dengan Perpres 54/2020. Ini kita sedang melihat dengan prinsip kehatian-hatian dan perlu bertindak cepat di lapangan, tenaga kerja, kemiskinan, dsb. Tujuan pemerintah dengan Perppu itu ingin bergerak cepat dan responsif. Inilah kenapa kita merasa perlu mengubah postur dari Perpres 54 dengan postur yang lebih baru," jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Febrio Kacaribu pada acara virtual Tanya BKF mengenai Program Pemulihan Ekonomi Nasional dan Isu Fiskal Lainnya, Kamis (04/06) di Jakarta.
Ia melanjutkan, penambahan anggaran tersebut berimplikasi juga meningkatkan defisit menjadi 6,34% dari sebelumnya 5,07% sesuai Perpres 54/2020.
"Kemarin sudah ditetapkan dalam kabinet, defisitnya adalah 6,34%. Sebelumnya, 5,07%. Kalau ini cepat disahkan (usulan perubahan postur APBN), maka kita sudah punya 3 postur tahun ini. Postur pertama adalah APBN 2020, yang kedua perubahannya di Perpres 54 lalu Perpres berikutnya adalah perubahan posturnya yang kedua," tuturnya.
Ia menggambarkan, bahwa kecepatan pemerintah mengubah anggaran cukup dengan menggunakan Perpres sebagai landasan hukum seperti yang diamanatkan UU No.2/2020 merupakan respon terhadap cepatnya perubahan di kala pandemi yang segala sesuatunya serba tidak normal, unprecedented (tidak pernah terjadi sebelumnya) sehingga perlu dicari solusi yang tidak konvensional (unconventional) pula.
"Ini sekedar mencerminkan kondisi yang tidak normal yang membutuhkan kecepatan pengambil kebijakan untuk segera memberikan landasan hukum yang kuat untuk perubahan yang cepat," pungkasnya.
sumber kemenkeu.go.id
Situasi COVID-19 membuat kebutuhan anggaran berubah sehingga pemerintah perlu bergerak cepat namun tetap hati-hati dengan mengubah postur APBN 2020 yang sudah diubah dalam Perpres 54/2020 menjadi postur APBN yang lebih baru dimana saat ini, setelah
Perppu No.1/2020 disahkan menjadi UU No.2/2020, postur APBN cukup disahkan melalui Perpres saja untuk kecepatan merespon kondisi di lapangan.
"Perubahan postur, perubahan defisit, secara resmi kalau kondisi normal harus dilakukan dengan APBN dan APBN-P. Saat ini, di tahun 2020, dasar hukumnya Perppu No.1/2020 yang kemudian ditetapkan menjadi UU No.2/2020 dimana pergantian postur dilakukan dengan Perpres. Secara resminya, kita mengubah postur baru sekali tahun ini yaitu dengan Perpres 54/2020. Ini kita sedang melihat dengan prinsip kehatian-hatian dan perlu bertindak cepat di lapangan, tenaga kerja, kemiskinan, dsb. Tujuan pemerintah dengan Perppu itu ingin bergerak cepat dan responsif. Inilah kenapa kita merasa perlu mengubah postur dari Perpres 54 dengan postur yang lebih baru," jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Febrio Kacaribu pada acara virtual Tanya BKF mengenai Program Pemulihan Ekonomi Nasional dan Isu Fiskal Lainnya, Kamis (04/06) di Jakarta.
Ia melanjutkan, penambahan anggaran tersebut berimplikasi juga meningkatkan defisit menjadi 6,34% dari sebelumnya 5,07% sesuai Perpres 54/2020.
"Kemarin sudah ditetapkan dalam kabinet, defisitnya adalah 6,34%. Sebelumnya, 5,07%. Kalau ini cepat disahkan (usulan perubahan postur APBN), maka kita sudah punya 3 postur tahun ini. Postur pertama adalah APBN 2020, yang kedua perubahannya di Perpres 54 lalu Perpres berikutnya adalah perubahan posturnya yang kedua," tuturnya.
Ia menggambarkan, bahwa kecepatan pemerintah mengubah anggaran cukup dengan menggunakan Perpres sebagai landasan hukum seperti yang diamanatkan UU No.2/2020 merupakan respon terhadap cepatnya perubahan di kala pandemi yang segala sesuatunya serba tidak normal, unprecedented (tidak pernah terjadi sebelumnya) sehingga perlu dicari solusi yang tidak konvensional (unconventional) pula.
"Ini sekedar mencerminkan kondisi yang tidak normal yang membutuhkan kecepatan pengambil kebijakan untuk segera memberikan landasan hukum yang kuat untuk perubahan yang cepat," pungkasnya.
sumber kemenkeu.go.id