Kekerasan Anak Meningkat Selama Pandemi
Angka kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan selama pandemi COVID-19.
Data Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak Republik Indonesia menunjukkan 3.297 kasus kekerasan terhadap anak terjadi pada rentang 1 Januari 2020 - 26 Juni 2020. Jika dilihat dari rincian, 1.962 anak menjadi korban kekerasan seksual, 50 anak korban eksploitasi, dan 61 korban trafficking.
Psikolog, Dewa Ayu Diah mengatakan pandemi COVID-19 memicu peningkatan kasus kekerasan terhadap anak.
Beberapa hal disebut menjadi pemicu tingginya angka kekerasan terhadap anak. Di antaranya soal risiko orang tua kehilangan lapangan pekerjaan, dan penurunan kualitas ekonomi. Kondisi itu dinilai memicu tingkat stres, dan membuat orang tua berperilaku di luar kewajaran.
"Karena banyak yang melihat anak ini sebagai warga di keluarga yang dianggap paling lemah, sehingga pelampiasannya seringkali terjadi kepada anak," katanya kepada RRI di Denpasar, Rabu (22/7/2020).
Pemicu lain adalah orang tua yang belum menyadari hak-hak dasar anak. Ia menegaskan orang tua harus mengetahui secara utuh seluruh hak dasar anak.
"Pelanggaran terhadap hak-hak anak ini kemudian membuat anak menjadi korban," ujarnya.
Ia mengakui kondisi ini sangat memprihatinkan, khususnya menjelang peringatan Hari Anak Nasional, Kamis 23 Juli 2020. Dewa Ayu Diah mengajak, orang terdekat segera bersikap jika melihat kasus kekerasan terhadap anak.
Bagi pelaku kekerasan, ia mengimbau untuk segera melakukan konsultasi. Konsultasi dengan psikolog disebut menjadi upaya menekan angka kekerasan terhadap anak di Indonesia.
"Pertama harus menyadari hak dasar anak. Orang tua juga harus menyadari, apakah dia sudah siap atau belum menjadi orang tua. Ketika dia menyadari kondisi psikologis berdampak kepada bagaimana dia melakukan pengasuhan tidak bisa dilakukan sebagaimana mestinya, salah satu caranya ya melakukan konsultasi," tutup Dewa Ayu Diah.
sumber rri.co.id
Data Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak Republik Indonesia menunjukkan 3.297 kasus kekerasan terhadap anak terjadi pada rentang 1 Januari 2020 - 26 Juni 2020. Jika dilihat dari rincian, 1.962 anak menjadi korban kekerasan seksual, 50 anak korban eksploitasi, dan 61 korban trafficking.
Psikolog, Dewa Ayu Diah mengatakan pandemi COVID-19 memicu peningkatan kasus kekerasan terhadap anak.
Beberapa hal disebut menjadi pemicu tingginya angka kekerasan terhadap anak. Di antaranya soal risiko orang tua kehilangan lapangan pekerjaan, dan penurunan kualitas ekonomi. Kondisi itu dinilai memicu tingkat stres, dan membuat orang tua berperilaku di luar kewajaran.
"Karena banyak yang melihat anak ini sebagai warga di keluarga yang dianggap paling lemah, sehingga pelampiasannya seringkali terjadi kepada anak," katanya kepada RRI di Denpasar, Rabu (22/7/2020).
Pemicu lain adalah orang tua yang belum menyadari hak-hak dasar anak. Ia menegaskan orang tua harus mengetahui secara utuh seluruh hak dasar anak.
"Pelanggaran terhadap hak-hak anak ini kemudian membuat anak menjadi korban," ujarnya.
Ia mengakui kondisi ini sangat memprihatinkan, khususnya menjelang peringatan Hari Anak Nasional, Kamis 23 Juli 2020. Dewa Ayu Diah mengajak, orang terdekat segera bersikap jika melihat kasus kekerasan terhadap anak.
Bagi pelaku kekerasan, ia mengimbau untuk segera melakukan konsultasi. Konsultasi dengan psikolog disebut menjadi upaya menekan angka kekerasan terhadap anak di Indonesia.
"Pertama harus menyadari hak dasar anak. Orang tua juga harus menyadari, apakah dia sudah siap atau belum menjadi orang tua. Ketika dia menyadari kondisi psikologis berdampak kepada bagaimana dia melakukan pengasuhan tidak bisa dilakukan sebagaimana mestinya, salah satu caranya ya melakukan konsultasi," tutup Dewa Ayu Diah.
sumber rri.co.id