Kementerian PANRB Gandeng BSN Lakukan Bimtek Manajemen Risiko SPBE
Untuk mewujudkan birokrasi berkelas dunia, penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) menjadi keharusan bagi instansi pemerintah. Namun, untuk mencapai birokrasi berkelas dunia tidaklah mudah. Pemerintah dihadapkan pada tingkat kematangan SPBE nasional yang relatif masih rendah, dimana penerapan SPBE belum berorientasi pada keterpaduan atau masih bersifat silo.
Kondisi
tersebut menjadi tantangan bersama untuk mengatasinya. Salah satu
langkah strategis yang perlu dilakukan pemerintah adalah menerapkan
kebijakan manajemen risiko SPBE. Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menggandeng Badan Standardisasi
Nasional (BSN) untuk melakukan binbingan teknis (bimtek) manajemen
risiko SPBE.
“Ini
untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,
transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan
terpercaya menuju birokrasi berkelas dunia,” ujar Sekretaris Deputi
bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB T. Eddy Syah Putra
saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis Manajemen Risiko SPBE secara
daring, Selasa (07/07).
Disadari,
permasalahan penerapan SPBE dapat berkontribusi pada risiko negatif
yang menghambat pencapaian tujuan SPBE. Namun di sisi lain, ada risiko
positif yang meningkatkan peluang keberhasilan tujuan SPBE. Untuk itu,
Kementerian PANRB telah menerbitkan Peraturan Menteri PANRB No. 5/2020
tentang Pedoman Manajemen Risiko SPBE.
Dijelaskan
bahwa penerapan Manajemen Risiko SPBE bertujuan untuk memberikan dasar
yang kuat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, meningkatkan
optimalisasi pemanfaatan sumber daya SPBE, meningkatkan kepatuhan kepada
peraturan dalam penerapan SPBE, dan menciptakan budaya sadar Risiko
SPBE bagi pegawai ASN.
Penerapan
Manajemen Risiko SPBE bertujuan untuk memberikan dasar yang kuat dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan, meningkatkan optimalisasi
pemanfaatan sumber daya SPBE, meningkatkan kepatuhan kepada peraturan
dalam penerapan SPBE, dan menciptakan budaya sadar Risiko SPBE bagi
pegawai ASN.
Agar
tujuan Manajemen Risiko SPBE dapat dicapai, diperlukan peran serta
seluruh pihak, khususnya para pimpinan instansi pemerintah, agar mampu
mendorong penerapan Manajemen Risiko SPBE dan menciptakan budaya sadar
risiko bagi pegawai ASN di lingkungan instansi pemerintah masing-masing.
Pada
kesempatan yang sama, Sekretaris Utama Badan Standarisasi Nasional (BSN)
Puji Winarni berharap dengan terselenggaranya bimtek yang merupakan
kerja sama antara Kementerian PANRB dengan BSN ini, pemerintah pusat dan
daerah dapat mendukung terwujudnya tata kelola atau good corporate governance,
yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel baik di institusi
ataupun organisasi kita maupun kepada penerima layanan publik dilayani.
BSN mendapat amanat untuk mengembangkan dan mengelola standardisasi dan kesesuaian atau disebut Conformity Assessment
di Indonesia yang tertuang pada UU No. 20/2014 terkait Standardisasi
dan Penilaian Kesesuaian. Pihaknya ingin mengembangkan standardisasi
nasional Indonesia yang sebelumnya produk SNI hanya dikenal dengan
produk helm, minyak, biskuit, dan lainnya, namun juga akan dikembangkan
standar mengenai jasa, terkait dengan sistem manajemen keamanan
informasi, kemudian standar proses dan personal.
“Dalam
menerapkan SPBE ini, BSN menerapkan SNI ISO/IEC 27001 yaitu sistem
manajemen sistem keamanan informasi yang kami lihat bisa saling
melengkapi dengan kebutuhan kita akan manajemen atau sistem pemerintahan
berbasis elektronik,” ujarnya.
BSN
sebagai salah satu lembaga pemerintah yang dievaluasi dalam penerapan
SPBE mendapatkan nilai 2,27 pada tahun 2018 dan 3,99 di tahun 2019.
Sementara Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi BSN Slamet Aji
Pamungkas mengatakan saat menerima hasil evaluasi SPBE ditahun 2018,
pihaknya melakukan perbaikan, serta mengumpulkan dokumen pendukung
penilaian. Menurutnya, meski nilai SPBE bukan tujuan akhir, namun nilai
SPBE mencerminkan bagaimana kesiapan mengimplementasikan SPBE untuk
mendukung efektivitas, efisiensi kinerja di internal, maupun untuk
layanan kepada masyarakat.
Ia juga
menyampaikan pentingnya beradaptasi dengan perubahan, karena perubahan
saat ini tidak hanya terjadi dalam hitungan hari atau pun bulan,
melainkan dalam hitungan detik, dan itulah gambaran dari perkembangan
teknologi informasi. “Yang bisa bertahan untuk survive adalah
bukan yang terkuat atau yang terpintar, tapi adalah siapa yang paling
bisa beradaptasi dengan perubahan. Satu inti dari yang bisa kita lakukan
adalah kita mampu beradaptasi dengan perubahan untuk maju, perubahan
untuk berkembang, perubahan untuk menyerapkan teknologi di lingkungan
kita,” pungkasnya.
sumber menpan.go.id