Membangun 'Rumah Utuh' dari Ragam Inovasi Pelayanan Publik
Sebanyak 16.273 proposal inovasi terkumpul dalam pelaksanaan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP), yang dilaksanakan sejak 2014 lalu. Belasan ribu inovasi pelayanan publik tersebut diibaratkan sebagai bahan-bahan bangunan, yang akan membentuk satu rumah utuh.
Analogi
tersebut dijelaskan oleh Ketua Tim Panel Independen KIPP J.B Kristiadi,
usai tahap presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik
2020. Kristiadi berharap seluruh inovasi pelayanan publik menjadi satu
menuju pelayanan publik berkelas dunia.
“Ibaratnya
kita membangun sebuah rumah, dari batu bata disusun sehingga menjadi
rumah yang indah. Inovasi menjadi suatu hal yang semakin baik, sehingga
birokrasi kita bagus dan kompetitif menjadi smart bureaucracy,”
jelas Kristiadi, di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Jakarta, Selasa (07/07).
Tahun
ini, merupakan tahun keenam Kristiadi menjadi Ketua Tim Panel
Independen. Pria yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal
Departemen Keuangan (2004-2009) ini, mengaku telah merasakan sendiri
perkembangan inovasi pelayanan publik dari tahun ke tahun.
Beberapa
perbedaan terjadi pada KIPP tahun ini. Pandemi Covid-19 yang mewabah
hampir di seluruh daerah di Indonesia, memaksa mekanisme presentasi dan
wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik ikut beradaptasi. Untuk
pertama kalinya, tahapan ini dilakukan secara daring melalui aplikasi
Zoom.
Meski dilakukan secara daring atau online,
Kristiadi mengaku tidak ada kendala yang fatal. Ia dan seluruh anggota
Tim Panel Independen tetap bisa bertatap muka dengan para inovator yang
berasal dari berbagai daerah. Penerapan teknologi dalam tahapan ini
sangat memungkinkan dialog secara langsung, meski terbatas ruang.
Perbedaan
lainnya pada KIPP tahun ini adalah adanya Kelompok Khusus. Kelompok ini
berisi inovasi yang telah mendapatkan penghargaan Top 99 dan Top 40/45
pada ajang tahun sebelumnya. Kristiadi menilai, inovasi pada Kelompok
Khusus menunjukkan perbaikan dan kesinambungan.
Tren
positif terlihat dari perbaikan dan keberagaman inovasi dari tahun ke
tahun. Kristiadi memberi contoh inovasi yang diciptakan Pemkot
Surakarta. Beberapa tahun lalu, Pemkot Surakarta menciptakan kartu
kelahiran yang digunakan untuk kepentingan administrasi bagi bayi yang
baru lahir di Surakarta.
Kini,
inovasi tersebut berkembang menjadi Kartu Identitas Anak (KIA) yang
sudah diadaptasi nasional secara bertahap. KIA berguna bagi tabungan
masa depan bagi si anak. Ketika orang tua di Surakarta belanja, akan
mendapatkan diskon dan potongan harga tersebut masuk ke dalam KIA yang
juga berguna sebagai rekening. “Ini luar biasa sekali. Saya lihat
sebagian besar inovasi menunjukkan penyempurnaan dan kebalikan,” tegas
Kristiadi.