Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Strategi 'Extra Ordinary' Diandalkan
Pemerintah mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama
mengalami perlambatan dampak pandemi virus corona (Covid-19), tepatnya
hanya tumbuh 2.97 persen dibandingkan dengan kuartal pertama tahun 2019,
dan diperkirakan akan tumbuh negatif pada kuartal kedua tahun ini.
Atas itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan, pemerintah mengambil sejumlah langkah koordinasi kebijakan 'extra-ordinary' guna mendukung sektor ekonomi terus bertahan.
"Utamanya terkait dengan dukungan regulasi, dalam upaya mencukupi kebutuhan pembiayaan pembangunan yang meningkat drastis dalam menghadapi pandemi COVID-19," ujar Wapres ketika menghadiri Webinar dan Bedah Buku Pandemi Corona yang diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) secara daring, Senin (13/7/2020).
Wapres menjabarkan kebijakan "extra-ordinary" diantaranya, menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Dijelaskann, terdapat dua hal penting dalam aturan ini, pertama untuk meningkatkan pembiayaan melalui pelebaran defisit APBN yang lebih luas, hingga di atas 3 persen selama tiga tahun.
Dan kedua, lanjut Wapres, memperkuat koordinasi untuk bauran kebijakan antara sektor keuangan dan pemerintah dalam melindungi nasabah dan menangani ancaman stabilitas sistem keuangan.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 yang mengatur Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Penanganan Pandemi COVID-19.
"Bentuk konkrit dari pelaksanaan program PEN adalah penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, penjaminan, dan belanja negara," imbuh Wapres.
Dikatakan, terdapat perubahan APBN 2020 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020, yang kemudian disesuaikan lagi dengan Perpres 72/2020 dengan menetapkan defisit sampai Rp1.039 triliun atau 6,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sementara itu, pemerintah menetapkan kebutuhan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp 695.2 triliun guna meningkatkan akselerasi belanja.
"Instrumen kebijakan yang digunakan untuk menutupi defisit ini adalah dengan cara memanfaatkan sisa anggaran lebih (SAL), kemudian melalui pembiayaan utang sebesar Rp1.645.3 triliun," terangnya.
Disisi lan, Wapres memastikan, posisi rasio utang pemerintah terhadap PDB di Maret 2020, tercatat 32,51persen dan masih berada di posisi aman.
"Sesuai dengan Undang Undang Keuangan Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Keuangan Negara yang menetapkan batas maksimal rasio utang hingga 60% dari PDB," sebutnya.
Dibagian lain, Wapres menyatakan, penanganan pandemi Covid-19 juga memerlukan adanya keterlibatan pihak lain, seperti yang dicontohkan oleh INDEF dengan memberikan sumbangsih pemikiran melalui penerbitan buku Pandemi Corona: Virus Deglobalisasi Masa Depan Perekonomian Global dan Nasional.
"Buku ini sebagai wujud dari kepedulian semua pihak dalam menghadapi persoalan pandemi COVID-19. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya baik dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi, pandemi COVID-19 ini tidak mungkin ditangani sendiri oleh pemerintah. Saya sangat menghargai inisiatif INDEF dalam menerbitkan buku ini," tuntasnya.
sumber rri.co.id
Atas itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan, pemerintah mengambil sejumlah langkah koordinasi kebijakan 'extra-ordinary' guna mendukung sektor ekonomi terus bertahan.
"Utamanya terkait dengan dukungan regulasi, dalam upaya mencukupi kebutuhan pembiayaan pembangunan yang meningkat drastis dalam menghadapi pandemi COVID-19," ujar Wapres ketika menghadiri Webinar dan Bedah Buku Pandemi Corona yang diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) secara daring, Senin (13/7/2020).
Wapres menjabarkan kebijakan "extra-ordinary" diantaranya, menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Dijelaskann, terdapat dua hal penting dalam aturan ini, pertama untuk meningkatkan pembiayaan melalui pelebaran defisit APBN yang lebih luas, hingga di atas 3 persen selama tiga tahun.
Dan kedua, lanjut Wapres, memperkuat koordinasi untuk bauran kebijakan antara sektor keuangan dan pemerintah dalam melindungi nasabah dan menangani ancaman stabilitas sistem keuangan.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 yang mengatur Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Penanganan Pandemi COVID-19.
"Bentuk konkrit dari pelaksanaan program PEN adalah penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, penjaminan, dan belanja negara," imbuh Wapres.
Dikatakan, terdapat perubahan APBN 2020 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020, yang kemudian disesuaikan lagi dengan Perpres 72/2020 dengan menetapkan defisit sampai Rp1.039 triliun atau 6,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sementara itu, pemerintah menetapkan kebutuhan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp 695.2 triliun guna meningkatkan akselerasi belanja.
"Instrumen kebijakan yang digunakan untuk menutupi defisit ini adalah dengan cara memanfaatkan sisa anggaran lebih (SAL), kemudian melalui pembiayaan utang sebesar Rp1.645.3 triliun," terangnya.
Disisi lan, Wapres memastikan, posisi rasio utang pemerintah terhadap PDB di Maret 2020, tercatat 32,51persen dan masih berada di posisi aman.
"Sesuai dengan Undang Undang Keuangan Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Keuangan Negara yang menetapkan batas maksimal rasio utang hingga 60% dari PDB," sebutnya.
Dibagian lain, Wapres menyatakan, penanganan pandemi Covid-19 juga memerlukan adanya keterlibatan pihak lain, seperti yang dicontohkan oleh INDEF dengan memberikan sumbangsih pemikiran melalui penerbitan buku Pandemi Corona: Virus Deglobalisasi Masa Depan Perekonomian Global dan Nasional.
"Buku ini sebagai wujud dari kepedulian semua pihak dalam menghadapi persoalan pandemi COVID-19. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya baik dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi, pandemi COVID-19 ini tidak mungkin ditangani sendiri oleh pemerintah. Saya sangat menghargai inisiatif INDEF dalam menerbitkan buku ini," tuntasnya.
sumber rri.co.id