75 Tahun Merdeka, Demokrasi Indonesia Sedang Saja
Sejak tahun 2009, Indonesia sudah mulai menghitung Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dengan melibatkan empat lembaga negara yaitu Badan Pusat Statistik, Kementerian Kordinator Bidang Politik,Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Kepala BPS Suhariyato, Indonesia merasa perlu menghitung IDI, karena pembangunan demokrasi dan politik merupakan hal yang sangat penting, dan pemerintah terus melakukan perbaikannya.
"Untuk mengukur pencapaian demokrasi, baik di tingkat pusat maupun daerah bukanlah persoalan yang mudah. Sehingga untuk mengambil kebijakan yang tepat, diperlukan data demokrasi yang didasarkan pada data-data empirik. Karenanya empat lembaga diatas sejak tahun 2009 membuat sebuah ukuran yang dinamakan Indeks Demokrasi Indonesia untuk mengukur secara kuantitatif tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia, baik di level pusat maupun provinsi," papar Suhariyanto, Senin (3/8/2020).
Ada tiga aspek yang menjadi dasar perhitungan IDI, yaitu aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik, dan aspek lembaga demokrasi. Ketiga aspek tersebut dirinci lagi menjadi 11 variabel dan 28 indikator.
Sebagai gambaran, Suhariyanto mencontohkan, untuk aspek kebebasan sipil, variabelnya terdiri dari kebebasan berkumpul dan berserikat, maka indikator yang digunakan misalnya apakah ada ancaman atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah dan juga oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berserikat dan berkumpul.
Nilai IDI berada di rentang 0-100, yang dipilah menjadi tiga katagori. Kalau angkanya dibawah 60 berarti indeks demokrasinya dikatagorikan buruk, nilai 70-80 katagorinya sedang, dan nilai diatas 80 katagorinya baik.
Pemerintah, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 menargetkan IDI sebesar 75. Tapi ternyata, dari hasil perhitungan BPS, angka IDI tahun 2019 hanya 74,92.
"Maka Indeks Demokrasi Indonesia masih masuk dalam katagori sedang. Tapi perkembangan ini cukup menggembirakan karena IDI 2019 naik sebesar 2,53 poin dibandingkan IDI tahun 2018," ujar Suhariyanto.
Karena masih dalam katagori 'sedang' , lanjut Suhariyanto maka menjadi pekerjaan rumah bagi semua elemen bangsa untuk lebih meningkatkan demokrasi di Indonesia agar masuk dalam katagori 'baik'.
Yang menjadi catatan BPS, dari tiga aspek yang diukur, aspek kebebasan sipil mengalami penurunan indeks di tahun ini, sedangkan aspek hak-hak politik dan lembaga demokrasi indeksnya meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Sementara dari sisi variabelnya, ada empat variabel yang mengalami penurunan di tahun 2020 ini, yaitu variabel kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, pemilu yang bebas dan adil, dan peran partai politik.
Dari sisi indikator, juga ada beberapa indikator yang mengalami kemunduran untuk aspek kebebasan sipil, antara lain masih adanya ancaman penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah di beberapa propinsi, masih ada tindakan dan pernyataan pejabat yang diskriminatif.
Menanggapi IDI tahun 2019 ini, Deputi Bidang Kordinasi Politik Dalam Negeri Kemenpolhukam Purnomo Sidi menilai demokrasi Indonesia sudah mengalami perkembangan ke arah yang baik.
"Kita menginginkan demokrasi di Indonesia berkembang dari demokrasi prosedural ke arah demokrasi substansial. Dan ini butuh waktu panjang," kata Purnomo Sidi.
Ia juga mengatakan, berbagai variabel maupun indikator demokrasi yang masih buruk, akan menjadi catatan dan perhatian menkopolhukam.
"Selanjutnya, hasil perhitungan IDi ini akan disusun menjadi buku dengan kajian yang lebih mendalam, dan bukunya diharapkan sudah diterbitkan sebelum akhir tahun ini," pungkas Purnomo Sidi.
sumber rri.co.id