Museum Glagah Wangi Demak Simpan Serpihan Piring Aryo Panangsang
Museum Glagah Wangi di Demak, Jawa Tengah menyimpan serpihan piring Aryo Penangsang. Serpihan piring tersebut diperkirakan pada masa perang perebutan Kerajaan Demak. Yakni perang antara Jaka Tingkir dan Aryo Penangsang mendekati abad 16 Masehi. Bagaimanakah cerita serpihan piring itu?
"Pengunjung yang masuk ke dalam Museum Glagah Wangi, pasti akan mencari cerita sejarah. Daya tarik, atau iconnya ialah sempalan piring atau serpihan piring Aryo Penangsang, merupakan sejarah nyata. Akhir berdirinya Demak, jadi Demak runtuh," jelas Kepala Museum Glagah Wangi UPTD Dindikbud Demak, Ahmad Widodo, Jumat (7/8/2020).
Seperti diketahui Museum Glagah Wangi berada di Jalan Sultan Fatah, Demak. Satu Gedung dengan Dinas Pariwisata Demak, sebelah barat alun-alun simpang enam.
"Setelah Aryo Penangsang meninggal dunia. Akhirnya kerajaan di Demak, pusat pemerintahannya, atau ibukotanya dialihkan ke Pajang," sambung Widodo.
Ia mengatakan, serpihan piring tersebut merupakan bukti runtuhnya Kerajaan Demak. Adapun serpihan piring tersebut sudah lama disimpan oleh ahli waris Kanjeng Sunan Kalijaga, kemudian dihibahkan ke Museum Glagah Wangi.
Terjadinya perang perebutan kerajaan Demak, lanjut Widodo, lantaran kosongnya kepemimpinan pasca meninggalnya Sultan Trenggono yang terbunuh dalam peperangan di Jawa Timur. Kemudian Kerajaan Pajang dan Jipang Panolan memperebutkan Kerjaan Demak.
"Demak mendapat tiga sultan, yakni
Sultan Fatah, Pati Unus hanya berjalan tiga tahun dan Sultan Trenggono.
Usia-usia ini kan pendek, karena Sultan Trenggono sendiri terbunuh di
dalam peperangan di Jawa Timur. Setelah itu kekosongan kepemimpinan
maka diperebutkanlah kerajaan Demak," terang Widodo.
Foto: Mochamad Saifudin/detikcom |
Perang memperebutkan Demak tersebut, lanjutnya, antara Sultan Hadi Wijoyo atau Jaka Tingkir, adipati di Kerjaan Pajang dan Aryo Penangsang, adipati kerajaan di Blora-Cepu.
"Setelah itu, memang menang Jaka Tingkir. Jaka Tingkir tidak butuh itu. Tidak butuh figur kerajaan namun yang dibutuhkan status penguasa. Maka kerajaannya diratakan oleh Jaka Tingkir. Ada juga yang mengatakan diboyong ke Pajang," tuturnya.
Ia menjelaskan, alasan Jaka Tingkir meratakan kerajaan Dema, supaya tidak ada keturunan Sultan Fatah yang merebut atau menjadi raja di Demak.
Kendati demikian, ia menceritakan, perebutan kekuasaan terjadi di Kerajaan Pajang pasca Jaka Tingkir meninggal, yakni dari cucu Sultan Trenggono, yang menjadi menantu Jaka Tingkir.
"Walaupun begitu, pasca Jaka Tingkir meninggal, menantunya, masih keturunan orang Demak merebut menjadi Sultan Pajang. Jadi sultan Pajang kedua yaitu putra dari Sunan Prawoto, atau cucu dari Sultan Trenggono," ungkapnya.
Tidak usai di situ saja, lanjutnya, perebutan tahta Kerajaan Pajang juga kembali direbut oleh putra Jaka Tingkir, yakni kakak iparnya sendiri.
"Namun direbut juga oleh kakak iparnya, Pangeran Benowo. Yaitu putra Jaka Tingkir," sambung Widodo.
Foto: Mochamad Saifudin/detikcom |
Selain serpihan piring Aryo Penangsang, Widodo menjelaskan, juga terdapat benda kuno lainnya. Ia menyebut, Museum Glagah Wangi menyimpan cerita sejarah Kerajaan Demak dan sebelum Kerajaan Demak, atau massa Buddha. Diantaranya batu bata kuno yang diperkirakan pada masa permukiman Buddha.
"Selain itu ada juga saringan air (terbuat dari dua batu). orang orang dulu kalau minum, karena air sungainya keruh, untuk menjernihkan air pakai saringan itu," jelasnya.
Saringan air tersebut terbuat dari dua batu. Batu satunya berada di atas berfungsi sebagai penyaring air keruh, dan batu satunya berada di bawah sebagai penampung air jernih.
Ia menjelaskan, saringan air itu tidak hanya ada di Museum Glagah Wangi, melainkan juga terdapat di penyimpanan ahli waris Sunan Kalijaga yaitu di notobratan. Saringan air tersebut diperkirakan pada zaman kasultanan Demak.
"Tradisi viorid atau saringan air tadi, saya hanya baru bisa menemukan hanya di Demak. Karena di daerah lain mungkin airnya sudah jernih," imbuhnya.
Seperti diketahui, geografis Demak memiliki banyak sungai besar di setiap 14 kecamatan. Sungai di Demak juga merupakan hilir dari sungai di atasnya, seperti halnya dari sungai Ungaran, Salatiga dan lainnya.