Tanpa Tukin, Belanja Pegawai Turun 10.5 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pertumbuhan belanja pegawai di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 terkontraksi 10,5 persen per 31 Juli 2020. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak memberikan tunjangan kinerja (tukin) dalam pencairan gaji ke-13 bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sri Mulyani mencatat realisasi belanja pegawai baru mencapai Rp134.4 triliun per 31 Juli 2020. Realisasinya baru setara 52,4 persen dari pagu anggaran sebesar Rp256.6 triliun.
Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, pemerintah setidaknya sudah membelanjakan anggaran pegawai mencapai Rp150,1 triliun atau 66,9 persen dari pagu Rp224,4 triliun. Dengan begitu, pertumbuhan belanja pegawai yang tahun lalu tumbuh 13,1 persen, kini terkontraksi 10,5 persen.
"Ini karena THR dan gaji ke-13 yang hanya diberikan gaji pokok dan tunjangan yang melekatnya saja, tunjangan kinerja tidak dibayarkan, jadi ada penurunan di belanja pegawai," ungkap Sri Mulyani saat konferensi pers virtual APBN KiTa, Selasa (25/8/2020) seperti dikutip dari cnnindonesia.com.
Seperti diketahui, pemerintah hanya memberikan gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan/umum kepada ASN, mulai dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota TNI, dan Anggota Polri, serta pensiunan. Sementara Calon PNS hanya diberikan 80 persen dari gaji pokok PNS, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan/umum.
"Lalu (THR) hanya untuk pejabat di bawah eselon II. Untuk gaji ke-13 sudah dibayarkan sampai eselon I tapi tidak ada tukinnya," jelasnya.
Selain itu, sambungnya, pemerintah juga tidak jadi mengeluarkan anggaran belanja pegawai untuk program rekrutmen pegawai baru. Rekrutmen dibatalkan sejalan dengan pandemi virus corona atau covid-19 di Tanah Air.
"Ada penurunan rekrutmen CPNS," imbuhnya.
Tak hanya belanja pegawai, bendahara negara juga mencatat ada penurunan realisasi belanja barang, belanja modal, dan subsidi. Realisasi belanja barang baru mencapai Rp121,4 triliun atau 44,7 persen dari pagu Rp271,7 triliun.
Pertumbuhannya terkontraksi 17 persen per 31 Juli 2020. "Realisasi belanja barang utamanya karena tidak ada kegiatan akibat work from home, tidak ada traveling, tidak ada event, dan lainnya, jadi ada penurunan," jelasnya.
Begitu juga dengan realisasi belanja modal yang baru Rp46,8 triliun atau 34,1 persen dari pagu Rp137,4 triliun. Pertumbuhannya minus 3,3 persen per akhir bulan lalu.
"Ini juga karena anggaran BLU masih minus 22,5 persen, kami harap program Pemulihan Ekonomi Nasional dapat mengakselerasi dari program Padat Karya Tunai," tuturnya.
Tak ketinggalan, belanja subsidi juga melambat sekitar 9,3 persen. Tercatat, realisasinya baru mencapai Rp83,6 triliun atau 43,6 persen dari pagu Rp192 triliun.
Sementara hanya belanja bantuan sosial (bansos) yang tumbuh positif 55,9 persen sampai Juli 2020. Realisasinya mencapai Rp117 triliun atau 68,6 persen dari pagu Rp170,7 triliun.
"Realisasi belanja bansos karena eksisting program seperti PKH (Program Keluarga Harapan), Kartu Sembako, dan lainnya. Lalu, ada tambahan misal bansos Jabodetabek dan non-Jabodetabek. PBI juga sudah dibayarkan dan penyaluran KIP kuliah," terangnya.
Secara keseluruhan, realisasi belanja negara mencapai Rp1.252,4 triliun atau 45,7 persen dari pagu Rp2.739,2 triliun per 31 Juli 2020. Realisasinya masih tumbuh 1,3 persen dari 31 Juli 2019.
Realisasi belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp793,6 triliun atau 40,2 persen dari pagu Rp1.975,2 triliun. Lalu, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp458,8 triliun atau 60,1 persen dari pagu Rp763 triliun.
Realisasi belanja pemerintah pusat terbagi atas belanja kementerian/lembaga (k/l) sebesar Rp419,6 triliun dan belanja non k/l Rp374 triliun. Sementara TKDD terdiri dari transfer ke daerah Rp410,9 triliun dan Dana Desa Rp47,9 triliun.
sumber rri.co.id