Highlight

Melihat Asa Pensiun dan Pensiun Dini PNS

 

Bagi setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS), titik kulminasi pengabdian bermuara pada satu tujuan yakni dapat mencapai purna tugas dengan selamat dan memperoleh hak pensiun. Bagi seorang PNS, dapat mencapai purna tugas dengan selamat merupakan cita-cita tertinggi, meskipun asa ini terkadang tidak terwujud dikarenakan kondisi dan faktor tertentu.

Apa itu pensiun? Pensiun adalah penghasilan yang diterima setiap bulan oleh seorang pegawai yang tidak dapat bekerja lagi. Berdasarkan UU No.11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai, pensiun diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jas PNS selama bekerja dalam Dinas Pemerintah.

Tidak semua PNS yang telah selesai berdinas otomatis akan memperoleh hak pensiun. Terdapat kondisi yang dapat mengakibatkan PNS mengakhiri karir tanpa hak pensiun. Sesuai peraturan yang ada, pemberian hak pensiun hanya dapat diberikan kepada PNS yang saat mengakhiri tugasnya diberikan predikat “Diberhentikan Dengan Hormat”. Sementara, PNS yang “Diberhentikan Tidak Dengan Hormat” tidak diberikan pensiun. Tentu, hal ini akan sangat disayangkan karena tolok ukur dari keberhasilan menjadi PNS adalah diperolehnya hak pensiun. Kesejahteraan yang akan dinikmati sepanjang hidup, dan dimungkinkan dapat berlanjut hingga istri maupun anaknya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Apa mungkin seorang PNS mengakhiri karirnya dengan tanpa hak pensiun? Sangat mungkin dan banyak terjadi. Salah satu kondisi ini disebabkan karena saat mengakhiri kedinasannya memperoleh pemberhentian dengan status “Pemberhentian Dengan Tidak Hormat” karena telah melakukan pelanggaran. Pelanggaran dalam kategori ini adalah: a) PNS dikenai pidana minimal dua (2) tahun karena tindak pidana berencana; b) Menjadi anggota atau pengurus partai politik; c) Dikenakan pidana penjara karena kejahatan yang berhubungan dengan jabatan atau pidana umum; d) Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. 

Jadi, bagi PNS yang mengalami satu diantara kasus pelanggaran tersebut akan diberikan hukuman berupa pemberhentian dengan status Tidak Dengan Hormat. Predikat ini berimplikasi pada tidak dapat diberikannya hak pensiun meskipun sudah bekerja/mengabdi puluhan tahun pada institusi pemerintah.

Selain predikat Pemberhentian Dengan Tidak Hormat, terdapat kondisi lain yang mengakibatkan seorang PNS mengakhiri masa kerjanya dengan tanpa hak pensiun. Situasi ini terjadi ketika PNS mengundurkan diri sebelum waktunya (pensiun dini), meskipun tidak semua jenis pensiun dini akan dikenai tidak diperolehnya hak pensiun. Jika pensiun dini dilakukan sesuai dengan batas peraturan maka tetap dapat memperoleh hak pensiun.

Merujuk penjelasan sebelumnya, untuk dapat memperoleh hak pensiun seorang PNS harus memperoleh predikat Pemberhentian Dengan Hormat. Dalam UU Nomor 05 Tahun 2014, PNS dapat diberhentikan dengan hormat karena lima (5) kondisi yakni: a) Meninggal dunia; b) Berhenti atas permintaan sendiri; c) Mencapai batas usia pensiun (BUP); d) Adanya perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; e) Sudah tidak cakap secara jasmani dan atau rohani yang membuatnya tidak dapat mejalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang PNS.

Bagaimana Pensiun Dini?

Tema terkait pensiun dini masih menjadi isu menarik yang banyak ditanyakan. Pensiun dini merupakan permohonan dari PNS untuk menjalani masa purna tugas sebelum tenggat batas usia pensiun yang dimiliki. Pensiun dini merupakan pemberhentian atas permintaan sendiri (APS) yang diajukan oleh PNS dikarenakan pertimbangan tertentu. 

Pada pensiun dini, terdapat dua jenis perlakukan khususnya terkait dengan apakah PNS tersebut nantinya akan memperoleh hak pensiun ataukah tidak. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017, seorang PNS yang telah berusia minimal 45 tahun dan telah mengabdi dengan masa kerja paling sedikit 20 tahun dapat mengajukan pensiun dini dengan hak pensiun (skema 45:20). Kedua persyaratan tersebut bersifat kumulatif, artinya semua syarat tersebut harus dipenuhi. 

Hadirnya PP Nomor 11 ini seolah menjadi oase yang menghadirkan kebahagiaan bagi para PNS. Maklum, mekanisme pengaturan usia dan masa kerja terkait pensiun dini pada PP ini dipangkas menjadi lebih pendek dari aturan yang sebelumnya. Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 Tentang Pensiun Pegawai sebagai acuan utama, selama ini mekanisme pensiun dini diatur dengan komposisi usia minimal 50 tahun dan masa kerja minimal 20 tahun (50:20). Perubahan aturan ini menarik banyak antensi dari para PNS. Beragam pertanyaan-pun mengemuka khususnya terkait apakah perubahan aturan ini sudah dapat diakomodir dalam tataran praktis atau belum. 

Dalam melihat hal ini, BKN selaku pelaksana regulasi mengambil kebijakan penggunaan skema 50:20. Praktiknya, dalam menetapkan pensiun dini ini BKN masih menggunakan regulasi yang lama yakni skema 50:20. Artinya, sejauh ini pengajuan pensiun dini yang dapat diakomodir dengan hak pensiun mensyaratkan PNS dengan usia minimal 50 tahun dan masa kerja minimal 20 tahun.

Mengapa kebijakan skema pengaturan 50:20 ini ditetapkan? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan, tata urutan peraturan dari tertinggi secara berurutan adalah UUD 1945, Ketetapan MPR, UU/Perpu, baru dilanjutkan dengan PP. Maka, meskipun mekanisme komposisi 45:20 pada pensiun dini telah diatur dalam PP No.11 tahun 2017, namun keberadaan UU No. 11 tahun 1969 yang mengatur mengenai komposisi pensiun dini dengan skema 50:20 hingga saat ini masih belum dilakukan revisi (masih berlaku). 

Dalam tata urutan perundang-undangan, posisi PP tidak dapat melebihi UU. Sehingga, untuk implementasi pensiun dini dengan skema 45:20 ini masih menunggu peneguhan perubahan pada undang-undang kepegawaian, khususnya UU No. 05 Tahun 2014 Tentang ASN. Jadi, bagi PNS yang akan mengajukan pensiun dini, untuk dapat memperoleh predikat purna tugas dengan status hak pensiun masih disyaratkan usia minimal 50 tahun dan masa kerja minimal 20 tahun. Jika prasyarat ini tidak terpenuhi, maka PNS yang mengajukan pensiun dini tersebut tidak akan memperoleh hak pensiun.

Mekanisme permohonan pensiun dini diajukan PNS kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi melalui Biro Kepegawaian (untuk instansi pusat) atau Badan Kepegawaian Daerah (untuk instansi daerah). Pengecakan dokumen pertama kali dilakukan ditingkat instansi, apabila memenuhi syarat maka dimintakan persetujuan kepada PPK yang akan menerbitkan Keputusan PPK. Persyaratan dan persetujuan PPK selanjutnya disampaikan ke BKN, baik BKN Pusat maupun Kantor Regional sesuai dengan wilayah dan kewenangan untuk dikeluarkan Persetujuan Teknis. Dari Persetujuan teknis tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh instansi dengan menerbitkan SK Pensiun oleh PPK. Jadi, terkait dengan usul pensiun ini BKN hanya menerbitkan nota persetujuan teknis (Pertek), sedangkan SK Pensiun diterbitkan instansi melalui PPK. Dalam hal usulan pensiun dini dengan status tanpa hak pensiun maka proses penerbitan SK Pensiun-nya tidak dibutuhkan persetujuan teknis dari BKN melainkan langsung dengan SK Pensiun yang diterbitkan oleh PPK. 

Pensiun dini merupakan pilihan yang dapat diambil oleh seorang PNS dengan pertimbangan yang bersifat subyektif. Masing-masing memiliki argumentasi atas kebutuhan yang beragam. Namun, semua memiliki implikasi sebagai konsekuensi dari aturan. Ada maupun tidaknya hak pensiun menjadi alasan yang wajib dipertimbangkan sebelum benar-benar mengajukan. Orang lama bilang, pelita dari karir PNS sesungguhnya terakumulasi dalam bentuk hak pensiun ini, yang akan dinikmati suatu saat nanti. Sehingga buat apa menjadi PNS jika akhirnya tidak menikmati pensiun? mungkin demikian kata orang. Namun, hidup tentu adalah pilihan.


SUMBER https://yogyakarta.bkn.go.id