Pedoman Salat Tenaga Kesehatan COVID-19
Ibadah salat merupakan ibadah yang wajib dikerjakan umat Muslim. Di tengah masa pandemi COVID-19 ini, tenaga kesehatan yang tengah merawat orang dengan COVID-19, tentu akan sangat kesulitan mengerjakan kewajiban salatnya.
Bagaimana langkahnya? sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 17 Tahun 2020, para tenaga kesehatan dapat mengerjakan salat semampunya.
Dalam Fatwa MUI tentang Pedoman Kaifiat Shalat bagi Tenaga Kesehatan yang Memakai Alat Pelindung Diri (APD) Saat Merawat dan Menangani Pasien COVID-19 tersebut, dijelaskan ketentuan hukum, dan ketentuan umum salat bagi tenaga medis. Berikut rinciannya :
Ketentuan Umum
Pertama tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Kedua Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat pelindung diri yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk melindungi diri ketika merawat dan menangani pasien Covid-19, menutupi seluruh tubuh dan sekali pakai serta harus dipakai saat menjalankan tugas.
Ketentuan Hukum
Pertama tenaga kesehatan muslim yang bertugas merawat pasien COVID-19 dengan memakai APD tetap wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berbagai kondisinya sesuai dengan kemampuannya.
Kedua dalam kondisi ketika jam kerjanya sudah selesai atau sebelum mulai kerja ia masih mendapati waktu shalat, maka wajib melaksanakan shalat fardlu sebagaimana mestinya.
Ketiga dalam kondisi ia bertugas mulai sebelum masuk waktu zhuhur atau maghrib dan berakhir masih berada di waktu shalat ashar atau isya’ maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’ ta’khir.
Keempat dalam kondisi ia bertugas mulai saat waktu zhuhur atau maghrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan shalat ashar atau isya maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’ taqdim.
Kelima dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua shalat yang bisa dijamak (zhuhur dan ashar serta maghrib dan isya’), maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’.
Keenam alam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu shalat dan ia memiliki wudu, maka ia boleh melaksanakan shalat dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD yang ada.
Ketujuh dalam kondisi sulit berwudu, maka ia bertayamum kemudian melaksanakan shalat.
Kedelapan dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudlu atau tayamum) maka ia tetap melaksanakan shalat dengan kondisi yang ada (faqid al-thahurain) dan tidak wajib mengulangi shalatnya (i’adatu al-shalah).
Kesembilan dalam kondisi APD yang dipakai terkena najis, dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan maka ia melaksanakan shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan wajib mengulangi shalat (i’adatu al-shalah) usai bertugas.
Kesepuluh penanggung jawab bidang kesehatan wajib mengatur shift bagi tenaga kesehatan muslim yang bertugas dengan mempertimbangkan waktu shalat agar dapat menjalankan kewajiban ibadah dan menjaga keselamatan diri.
Kesebelas tenaga kesehatan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk melaksanakan shalat dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan diri.
Rekomendasi
Pertama Pemerintah agar menjadikan fatwa ini sebagai bagian panduan dalam penetapan panduan kerja bagi tenaga kesehatan Covid-19.
Kedua Pemerintah harus memberikan kesempatan bagi tenaga kesehatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinanya.