Sistem Proposional Tertutup Diyakini Tekan Permasalahan Pemilu
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyebut sistem
pelaksanan Pemilu yang tepat adalah dengan menggunakan sistem proosional
tertutup.
Dengan adanya sistem pelaksanaan Pemilu proposional tertutup itu, lebih lanjut Ia menilai bahwa selain akan mengurangi beban biaya politik yang sangat besar, juga akan menghilangkan pertarungan politik perseorangan di dalam satu Daerah Pemilihan (Dapil), seperti dalam pelaksanaan Pemilu dengan menggunakan sistem Pemilu terbuka yang selama ini diterapkan.
"Pemikiran yang baik kalau memang ini diterima, yaitu kembali kepada sistem proporsional yang penuh. Ini dapat membawa penyederhanaan biaya yang sangat luar biasa. Tidak lagi pertarungan antar perseorangan dalam satu dapil, antar partai politik, internal partai politik maupun antar partai politik, maka yang terjadi adalah tindak pertarungan antar partai politik," kata Hamdan dalam diskusi daring bertajuk "Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia", Selasa (9/6/2020).
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa jika pelaksanaan pemilu itu diterapkan dengan menggunakan sistem proposional tertutup, maka kemungkinan terbesarnya lainnya adalah akan mengurangi problem dalam kepemiluan, yang kerap terjadi di Indonesia saat menggelar Pemilu dengan menggunakan sistem yang terbuka, hingga mencapai 25 persen.
"Dengan kembali kepada sistem proporsional tertutup akan mengurangi paling tidak 25% problem dalam pemilu bebas dan liberal yang kita selalu laksanakan selama ini," ungkapnya.
Tidak hanya itu, adanya pelaksanaan Pemilu dengan menggunakan sitem proposional tertutup dinilai Hamdan Zoelva juga dapat mengurangi praktik politik yang hanya mengandalkan kekuasaan dan uang.
Akan tetapi, Hamdan tidak menampik jika adanya pelaksanaan Pemilu dengan menggunakan sistem proposional tertutup itu akan menimbulkan kecurigaan-kecurigaan terkait pemilihan sistem tersebut, dengan munculnya sejumlah pertanyaan akan pihak-pihak yang diuntungkan dalam sistem tersebut.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa hal yang terpenting dalam pemenuhan hak demokrasi dalam Pemilu, selain harus berlandaskan pada Pancasila, juga pentingnya pengurangan simbiosis antara pemodal partai politik dan para politisi, agar dapat mewujudkan keadilan dan persamaan terkait ongkos biaya politik dalam Pemilu, dengan dialihkan ke penggunaan biaya politik yang dikeluarkan oleh negara.
"Seharusnya kita tidak berpikir seperti itu, tapi berpikir menurunkan dari cara berpikir founding fathers ke dalam kepentingan bangsa dan negara jangka panjang yang di bawah pengayoman nilai-nilai Pancasila yang sudah disepakati. Nah, itu hal yang pertama. Kedua, untuk mengurangi mutual simbiosis antara pemodal dan partai politik serta politisi, maka seharusnya dalam rangka menegakkan keadilan sosial, kekeluargaan dan persamaan, biaya pemilu dan biaya parpol lebih bagus dibebankan pada biaya negara," pungkasnya.
sumber rri.co.id
Dengan adanya sistem pelaksanaan Pemilu proposional tertutup itu, lebih lanjut Ia menilai bahwa selain akan mengurangi beban biaya politik yang sangat besar, juga akan menghilangkan pertarungan politik perseorangan di dalam satu Daerah Pemilihan (Dapil), seperti dalam pelaksanaan Pemilu dengan menggunakan sistem Pemilu terbuka yang selama ini diterapkan.
"Pemikiran yang baik kalau memang ini diterima, yaitu kembali kepada sistem proporsional yang penuh. Ini dapat membawa penyederhanaan biaya yang sangat luar biasa. Tidak lagi pertarungan antar perseorangan dalam satu dapil, antar partai politik, internal partai politik maupun antar partai politik, maka yang terjadi adalah tindak pertarungan antar partai politik," kata Hamdan dalam diskusi daring bertajuk "Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia", Selasa (9/6/2020).
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa jika pelaksanaan pemilu itu diterapkan dengan menggunakan sistem proposional tertutup, maka kemungkinan terbesarnya lainnya adalah akan mengurangi problem dalam kepemiluan, yang kerap terjadi di Indonesia saat menggelar Pemilu dengan menggunakan sistem yang terbuka, hingga mencapai 25 persen.
"Dengan kembali kepada sistem proporsional tertutup akan mengurangi paling tidak 25% problem dalam pemilu bebas dan liberal yang kita selalu laksanakan selama ini," ungkapnya.
Tidak hanya itu, adanya pelaksanaan Pemilu dengan menggunakan sitem proposional tertutup dinilai Hamdan Zoelva juga dapat mengurangi praktik politik yang hanya mengandalkan kekuasaan dan uang.
Akan tetapi, Hamdan tidak menampik jika adanya pelaksanaan Pemilu dengan menggunakan sistem proposional tertutup itu akan menimbulkan kecurigaan-kecurigaan terkait pemilihan sistem tersebut, dengan munculnya sejumlah pertanyaan akan pihak-pihak yang diuntungkan dalam sistem tersebut.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa hal yang terpenting dalam pemenuhan hak demokrasi dalam Pemilu, selain harus berlandaskan pada Pancasila, juga pentingnya pengurangan simbiosis antara pemodal partai politik dan para politisi, agar dapat mewujudkan keadilan dan persamaan terkait ongkos biaya politik dalam Pemilu, dengan dialihkan ke penggunaan biaya politik yang dikeluarkan oleh negara.
"Seharusnya kita tidak berpikir seperti itu, tapi berpikir menurunkan dari cara berpikir founding fathers ke dalam kepentingan bangsa dan negara jangka panjang yang di bawah pengayoman nilai-nilai Pancasila yang sudah disepakati. Nah, itu hal yang pertama. Kedua, untuk mengurangi mutual simbiosis antara pemodal dan partai politik serta politisi, maka seharusnya dalam rangka menegakkan keadilan sosial, kekeluargaan dan persamaan, biaya pemilu dan biaya parpol lebih bagus dibebankan pada biaya negara," pungkasnya.
sumber rri.co.id