Peran Krusial Analis Kebijakan Di Era Pandemi Covid-19
JAKARTA – Salah satu pemeran penting dibalik lahirnya kebijakan pemerintah, adalah jabatan analis kebijakan. Kemampuannya menganalisis dampak kebijakan serta mengomunikasikannya, adalah hal krusial, terutama kebijakan-kebijakan pada masa krisis pandemi Covid-19.
Ada beberapa poin penting terkait peran analis di era pandemi, yang disampaikan Analis Kebijakan Ahli Muda Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Irene Batara Batoarung. “Kebijakan harus lahir dari keresahan. Bagaimana kita, pemerintah, menghasilkan kebijakan berkualitas yang akuntabel, dapat dipertanggungjawabkan,” ungkap Irene dalam Talk Series #10 Policy Analyst: Where the Ideas Begin, yang disiarkan langsung via akun Instagram @karier.talenta, Senin (31/08).
Definisi serta tugas jabatan fungsional ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) No. 45/2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya. Secara umum, analis kebijakan adalah jabatan fungsional tertentu yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan kajian dan analisis kebijakan pada instansi pusat maupun daerah.
Irene mengatakan, analis kebijakan adalah jabatan yang cukup prestisius. Sebab, seorang analis kebijakan selalu dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang penting. Jabatan ini dinilai krusial untuk ada di suatu instansi pemerintah. “Karena yang dilihat publik dari pemerintah, ya kebijakannya. Yang dihujat publik pun dari kebijakannya,” ujar Irene.
Irene menjelaskan, dua kompetensi penting yang harus dimiliki adalah kemampuan analis dan politis. Kemampuan analisis diperlukan saat pemerintah hendak membuat suatu kebijakan krusial yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dari analisisnya, akan lahir dampak dari kebijakan tersebut jika benar-benar diterapkan. Tentu, kemampuan analisis ini harus substantif sesuai bidangnya masing-masing.
Sementara kemampuan politis adalah cara menyampaikan hasil analisisnya melalui advokasi atau diseminasi. Dari hasil analisis, akan menghasilkan berbagai alternatif jika suatu kebijakan diterapkan dan tidak diterapkan. “Kemampuan analisis yang kuat akan membawa kita menyampaikan komunikasi kebijakan yang baik,” imbuhnya.
Diakui Irene, pandemi Covid-19 membawa tantangan tersendiri bagi para analis kebijakan. Namun perubahan yang terjadi juga bisa menjadi suatu batu loncatan. Salah satunya adalah bisa berkolaborasi dengan berbagai pihak secara digital. Perlu diketahui, analis kebijakan harus membangun atau memperluas jaringan lintas sektor untuk memperkuat hasil analisisnya.
Pandemi Covid-19 juga memunculkan banyak webinar terkait kebijakan pemerintah. Irene mengatakan, webinar tersebut bisa diikuti oleh para analis kebijakan. Poin penting dari webinar tersebut bisa dijadikan policy brief untuk memperkuat analisis kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah.
Irene juga mendorong para analis kebijakan untuk mencari diklat yang sesuai. Menurutnya, banyak jadwal diklat yang tersebar di dunia maya, tidak perlu menunggu ‘disuruh’ pimpinan untuk mengikuti diklat. Dengan mencari jadwal diklat, para analis kebijakan bisa melakukan jemput bola terhadap pengembangan kompetensi yang ia miliki.
Posisi analis kebijakan memungkinkan mereka untuk mengeksplor kemampuan dirinya sendiri, terutama yang dibutuhkan oleh organisasi. “Policy brief dan policy paper kita harus kuasai. Kita tahu kebijakan apa yang sedang dibahas di instansi kita, apa kebutuhan instansi kita, dan kita bisa berperan seperti apa,” pungkasnya.