Highlight

KOMPETENSI “JEMBATAN UNTUK MEREKONSTRUKSI IMAGE ASN DI ERA GLOBALISASI”

Demak,  04 April 2022

Memasuki era globalisasi sekaligus era kompetisi dimana perkembangan teknologi begitu pesatnya dibutuhkan seseorang yang memiliki kompetensi, jadi  menempatkan sesorang pada sebuah jabatan tidak bisa lagi berdasarkan like and dislike serta senioritas. Terlebih di ranah ASN yang sekarang ini semuanya harus berlandaskan sistem merit artinya semua memiliki kesempatan yang sama untuk pengembangan karier dan pengembangan kompetensi untuk itu maka seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dituntut untuk selalu berkinerja secara prima, mampu berinovasi dan melayani masyarakat dengan maksimal.Agar kesemuanya itu dapat terwujud maka seorang ASN harusnya memiliki kompetensi.

Kompetensi ini bisa menjadi menjadi jembatan untuk merekonstruksi image ASN. Kompetensi sendiri didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan tugas-tugas, atau peran secara memadai. Kompetensi mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai pribadi dan sikap. Kompetensi dibangun di atas pengetahuan dan keterampilan dan diperoleh melalui pengalaman kerja dan belajar sambil bekerja.

Jika dulu menempatkan seseorang hanya berdasarkan like and dislike, maka sekarang berdasarkan kompetensi tidak bisa memilih  leader seperti memilih kucing dalam karung, dimana kita tidak mengetahu kondisi pasti kompetensi yang dimiliki.

Saat seseorang ditempatkan sesuai dengan kompetensi maka tidak hanya the right man on the right place dapat terpenuhi melainkan person job fit juga akan bisa terpenuhi. Dari kondisi tersebut dapat dibaca bahwa kompetensi memiliki banyak manfaat dalam suatu organisasi. Termasuk didalamnya adalah meningkatkan performance seseorang sekaligus organisasi dimana seseorang ditempatkan. Seorang yang memiliki kompetensi yang tinggi sesuai dengan jabatan yang ia tempati sudah dapat dipastikan iapun akan memiliki kinerja yang tinggi. Kondisi yang demikian menyebabkan kompetensi menjadi tuntutan dan keharusan yang tidak dapat dihindari, terutama apabila dikaitkan dengan semakin derasnya arus perubahan teknologi dan harapan masyarakat terhadap pelayanan publik yang berkualitas dan akuntabel.

Paradigma lama tentang like and dislike sungguh tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman yang begitu pesatnya, menempatkan seseorang tidak sesuai dengan kompetensi hanya akan membuat organisasi rugi. Prinsip efektivitas dan efisiensi waktu maupun anggaran tidak akan pernah tercapai, karena masih harus mengajarkan banyak hal tentunya membutuhkan banyak waktu dan anggaran. Ketika diajarkanpun belum tentu mereka paham. Mengingat kompetensi mereka tidak memadai dan ada kesenjangan yang tinggi antara kompetensi seseorang dengan kompetensi yang dipersyaratkan pada suatu jabatan.

Berbicara tentang kompetensi, di ranah  pemerintahan mengacu pada Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara mengelompokkan Kompetensi jabatan Aparatur Sipil Negara dalam tiga kelompok yakni :

(1) Kompetensi teknis, adalah adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan. Faozan (2018), Kompetensi teknis diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, pengalaman bekerja secara teknis dan terdiri atas kompetensi teknis serta kompetensi fungsional.

 (2) Kompetensi manajerial, adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi. Faozan (2018), Kompetensi manajerial diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural, atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan.

(3) Kompetensi sosial kultural, adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan. Faozan (2018), Kompetensi sosial kultural di ukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.

Pentingnya kompetensi maka metode yang digunakan untuk menilai kompetensi tersebut harus terstandar, meliputi:

1.            Assesment center

2.            Self Assesment dan validasi unit kerja

3.            Penilaian 360 derajat

Dengan metode diatas maka diharapkan kompetensi seseorang benar-benar bisa terukur dan dipertanggungjawabkan. Mengingat di era globalisasi ini ASN terkait pola karier, mutasi dan promosi harus dilakukan dengan penerapan prinsip sistem merit sehingga diharapkan image penempatan atau pemilihan pejabat berdasarkan senioritas dan unsur like and dislike dalam birokrasi pemerintahan akan berkurang. ASN diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi kualifikasi dan persyaratan tentang pengembangan karier dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja dan kebutuhan instansi Pemerintah.

Mematahkan image yang sudah terbentuk sejak lama memang tidaklah mudah akan tetapi dimulai dengan niat yang bulat dan tentunya dimulai dari unsur pimpinan serta kerjasama dari beberapa elemen terkait maka perbaikan reformasi birokrasi yang salah satunya dengan melandaskan pada kompetensi maka akan mudah terbentuk. Jadi dengan kompetensi ini diharapkan tatanan pemerintahan yang bersih, tertsruktur rapi akan terwujud hingga pada akhirnya performance organisasi yang maksimal bisa terealisasi. Tidak ada lagi titip-titipan, suap menyuap serta jual beli jabatan karena mereka yang ingin menjabat haruslah melewati serangkaian seleksi yang ketat serta terstandar.

Tidak ada lagi tatanan pemerintah yang impoten

 karena semua ASN berkompeten.

 

Nur Chasanah., S. Psi., MM., M. Psi., Psi

Assesor SDM Aparatur Muda